Friday, January 23, 2009

Bukti Nyata Kepalsuan Mazhab Syiah

Kategori: Syiah
____________


Ternyata sejarah menyimpan bukti-bukti bahwa mazhab syiah -yang ada hari ini- bukanlah mazhab yang dianut oleh Nabi dan Ahlulbait. Apa saja bukti-bukti itu? Silahkan baca selengkapnya. Artikel ini,arshavin08 menukil sepenuhnya tanpa pengeditan dari http://hakekat.com/content/view/43/1/.
Mudah2an dapat bermanfaat bagi ku dan kamu sekalian, AAmiin...

***

Ulama syi’ah selalu membuat klaim bahwa mazhab mereka adalah warisan dari keluarga Nabi . Kita banyak mendengar klaim seperti ini di mana-mana, khususnya ditujukan bagi muslim yang awam. Awam di sini bukan sekedar awam dalam artian tidak berpendidikan atau tidak terpelajar, tetapi awam dalam pemahaman Islam, termasuk kalangan awam yang saya maksud adalah kalangan intelektual yang berpendidikan tinggi hingga menyelesaikan jenjang pasca sarjana, barangkali juga diberi gelar profesor. Tetapi dalam masalah pemahaman agama sangat awam, bahkan banyak dari pemilik gelar –satu gelar ataupun lebih - yang belum dapat membaca Al Qur’an dengan benar.

Banyak orang awam terpesona oleh cerita-cerita yang enak didengar tentang mazhab ahlulbait, begitu juga cerita tentang penderitaan ahlulbait dan cerita-cerita lainnya. Mereka terpengaruh oleh cerita-cerita syiah tanpa bisa melacak asal usul cerita-cerita itu, tanpa bisa memilah apakah cerita itu benar adanya atau hanya sekedar dongeng tanpa ada faktanya. Di satu sisi kita kasihan melihat orang-orang awam yang tertipu, tetapi di sisi lain kita bisa memaklumi bahwa orang awam tidak dapat melacak asal usul periwayatan sebuah cerita. Karena untuk melacak kebenaran sebuah cerita bukan hal yang mudah bagi orang awam, begitu juga memanipulasi cerita tidak mudah dilakukan oleh orang awam.

Tetapi jika kita melihat lagi sejarah dengan teliti, kita akan menemukan peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan banyak klaim yang dibuat oleh syiah. Hingga akhirnya kita bertanya-tanya tentang kebenaran klaim syiah. Dan yang lebih mengherankan lagi, syiah tetap saja tidak bergeming dan bersikeras memegang teguh klaimnya yang telah dibantah oleh sejarah. Yang disebut klaim bisa jadi hanya kesimpulan dari beberapa fakta yang bisa saja keliru, namun mestinya jika klaim itu bertabrakan dengan satu bukti nyata dan sejarah yang benar-benar terjadi, mestinya mereka yang mencari kebenaran akan meninjau kembali pemikiran sebelumnya yang keliru.

Tetapi berbeda bagi ulama syiah, karena ada beberapa ulama syiah berusaha menutupi peristiwa-peristiwa yang bertentangan dengan mazhab syiah, atau seperti kata Abbas Al Qummi : dapat melemahkan akidah orang banyak, yang bisa kita temukan dalam kitab Ma’rifatul Imam, karya Sayyid Muhammad Husein Al Huseini:

Temanku – Ayatullah Sayyid Shadruddin Al Jaza’iri- menceritakan pada suatu hari dia berada di rumah Ayatullah Sayyid Muhsin Al Amin Al Amili di Syam, kebetulan Tsiqatul Muhadditsin Abbas Al Qummi juga ada di sana. Lalu terjadilah dialog antara Abbas Al Qummi dan Muhsin Al Amin. Abbas Al Qummi bertanya pada Muhsin Al Amin mengapa anda menyebutkan baiat imam Ali Zainal Abidin kepada Yazid bin Muawiyah, -semoga dia dan ayahnya dikutuk dan masuk neraka- dalam kitab “A’yanu As Syi’ah”? Muhsin Al Amin menjawab : kitab A’yanu As Syi’ah adalah kitab sejarah, karena telah terbukti dalam sejarah bahwa ketika Muslim bin Uqbah menyerang kota Madinah, membunuh dan merampok serta memperbolehkan kehormatan selama tiga hari atas perintah Yazid, melakukan kejahatan yang tidak mampu ditulis oleh pena, imam As Sajjad telah berbaiat pada yazid karena kepentingan mendesak, dan karena taqiyah untuk menjaga diri dan bani hasyim. Baiat ini adalah seperti baiat Ali pada Abubakar setelah enam bulan dari wafatnya Nabi , setelah syahidnya Fatimah.

Abbas Al Qummi mengatakan: tidak boleh menyebutkan kejadian ini meskipun benar terjadi, karena dapat melemahkan akidah orang banyak, dan kita harus selalu menyebutkan kejadian yang tidak betentangan dengan akidah orang banyak.

Muhsin Al Amin mengatakan: saya tidak tahu mana kejadian sejarah yang ada manfaat di dalamnya dan mana yang tidak ada manfaatnya, hendaknya anda mengingatkan saya pada kejadian yang tidak ada manfaatnya, saya tidak akan menuliskannya.

Untuk membrowsing referensinya, silahkan klik di sini

Selain berusaha “menghapus” peristiwa itu dari buku-buku, ulama syiah juga menebarkan keraguan seputar peristiwa-peristiwa yang tidak sejalan dengan kepentingan syiah dan “melemahkan akidah orang”, seperti Ali Al Milani yang mencoba meragukan peristiwa Abubakar diperintahkan oleh Nabi untuk menjadi imam shalat. Dia mencoba menguji peristiwa itu melalui metode penelitian hadits ala syiah. Namun itu tidak banyak berguna karena peristiwa itu tercantum di Shahih Bukhari, yang dianggap shahih oleh kaum muslimin. Jika peristiwa itu diragukan, maka sudah semestinya peristiwa lainnya yang tercantum dalam Shahih Bukhari juga ikut diragukan, seperti peristiwa Saqifah, dan peristiwa Nabi yang menyerahkan bendera perang pada Ali pada perang Khaibar. Juga hadits tentang kedudukan Nabi Muhammad dan Ali yang dinyatakan bagai Nabi Musa dan Nabi Harun.

Akhirnya orang awam banyak yang tidak mengetahui –atau meragukan- peristiwa-peristiwa penting yang bertentangan dengan kepentingan penyebaran syiah, hingga akhirnya peristiwa-peristiwa itu tidak dijadikan data dalam proses menarik kesimpulan. Akhirnya kesimpulan itu bisa jadi benar secara urutan logika, tetapi karena ada data yang tidak diikutkan –atau premis yang tidak valid- maka kesimpulannya menjadi keliru.

Sejarah keluarga Nabi

Pada makalah singkat ini kami akan membuktikan pada pembaca seputar sejarah keluarga Nabi yang disepakati oleh para sejarawan baik sunni maupun syiah, yang akan membuktikan bahwa para ahlul bait tidak pernah menganut ajaran yang dianut dan diyakini oleh kaum syiah hari ini.

Seluruh sejarawan baik dari pihak syiah maupun sunni bahwa ahlulbait Nabi tinggal bermukim di kota madinah, di tengah-tengah penganut mazhab ahlussunnah wal jamaah, sebagian Khalifah yang berkuasa menginginkan mereka agar pindah ke kota lain, tetapi mereka tetap ingin tinggal di kota Madinah.

Meskipun Musa Al Kazhim akhirnya pindah ke Irak atas permintaan Khalifah Harun Ar Rasyid, tinggal sebagai tamu dinasti abbasiyah hingga meninggal dunia di baghdad pada tahun 183 hijriyah, dan dikubur di Baghdad, hari ini daerah di sekitar kuburnya disebut dengan kazhimiyah, karena kuburnya ada di sana.

Begitu pula Ali Ar Ridha dipanggil oleh Al Ma’mun untuk dijadikan putra mahkota yang akan menggantikan jabatannya sebagai khalifah, akhirnya Ali pergi ke khurasan dan meninggal dunia pada tahun 203 Hijriyah, dan dimakamkan di kota Masyhad.

Bagitu juga Ali Al Hadi meninggalkan kota Madinah, tetapi tidak menuju kufah dan malah tinggal di Samarra’, karena memenuhi panggilan Khalifah Al Mutawakkil, dan meninggal dunia pada tahun 254 hijriyah, meninggalkan dua orang anak yang bernama hasan dan Ja’far. Hasan menjadi imam kesebelas bagi syiah sementara Ja’far dijuluki oleh syiah dengan julukan Ja’far al Kadzab(si penipu) karena dia menyangkal keberadaan anak Hasan al Askari yang diyakini keberadaannya oleh syiah, yang mana dengan itu dia membongkar kepalsuan ajaran syiah. Dengan ini bisa dipahami bahwa keberadaan para imam ahlulbait di luar kota madninah adalah dalam waktu yang sangat singkat, dan semua itu di luar keinginan mereka sendiri, karena memenuhi panggilan khalifah yang berkuasa saat itu.


Di sini muncul beberapa pertanyaan yang logis alias masuk akal tentang mazhab yang dianut oleh keluarga Nabi nan suci. Bukan hanya pertanyaan, tapi bukti-bukti nyata bagi mereka yang mempergunakan akal sehatnya untuk berpikir, yang tidak dapat dibantah oleh syiah baik di masa lalu atau saat ini (jika ada pembaca yang dapat membantah saya persilahkan, tapi saya tidak menjanjikan imbalan):

Di antara bukti-bukti yang menunjukkan adanya pemalsuan sejarah bahwa para imam adalah bermazhab syiah :

Ali berada di bawah ketaatan para khulafa Rasyidin yang menjabat khalifah sebelumnya, jika memang mazhab Ali berbeda dengan para khalifah sebelumnya –seperti diklaim oleh syiah- sudah pasti Ali akan keluar dari Madinah yang penduduknya tidak mau berbaiat kepadanya, dan pergi ke negeri Islam lainnya, apalagi negeri yang belum lama masuk dalam Islam seperti Irak dan Persia, yang mana penduduk negeri itu baru masuk Islam dan haus akan kebenaran, jika memang Ali benar-benar dihalangi untuk menduduki jabatan yang menjadi haknya pasti mereka akan menolongnya, tetapi yang terjadi adalah Ali tidak keluar dari Madinah, baru keluar dari madinah setelah dibaiat menjadi khalifah.
Begitu juga peristiwa perdamaian antara Hasan dan Muawiyah, sudah semestinya Hasan tidak menyerahkan jabatan imamah pada Muawiyah, jika memang imamah adalah jabatan yang sama seperti kenabian –seperti diyakini syiah, lihat Ashlu Syi’ah wa Ushuluha juga Aqaidul Imamiyah-, sudah semestinya Hasan berjuang sampai tetes darah terakhir, apalagi ribuan tentara siap untuk mendukungnya menumpas Muawiyah, bukannya menumpas Muawiyah, Hasan malah menyerahkan jabatan yang menjadi amanat ilahi –sebagaimana kenabian- kepada musuh yang telah memerangi ayahnya.

Para imam setelah imam Ali tidak pernah memberontak pada khalifah yang adil, kecuali imam husein yang syahid di Karbala, meskipun demikian beliau memberontak karena kezhaliman Yazid, bukan karena husein yang menginginkan untuk menjadi imam, meskipun dia adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah saat itu.

Maka kita simak saat Zaid bin Ali berdialog dengan Muhammad Al Baqir mengenai apakah untuk menjadi seorang imam disyaratkan untuk memberontak, sedangkan zaid meyakini hal itu, yaitu untuk menjadi imam seseorang harus memberontak pada khalifah. Muhammad Al Baqir membantah hal itu dengan menyatakan jika syarat yang ditetapkan oleh zaid benar maka ayah mereka berdua “Ali bin Husain” bukanlah imam karena dia tidak memberontak pada Yazid dan tidak mengajak orang lain untuk memberontak. Peristiwa baiat Ali bin Husein terhadap Yazid disebutkan oleh Muhsin Al Amin dalam A’yanus Syiah.

Juga bagaimana para keluarga Nabi tetap tinggal di tengah-tengah ahlussunnah jika memang mereka bermazhab syiah –seperti klaim syiah selama ini- , mengapa mereka tidak tinggal di wilayah yang banyak terdapat orang yang mencintai mereka dari golongan rafidhah dan ghulat seperti di Kufah maupun Khurasan, apalagi saat mereka tinggal di Madinah mereka tidak luput dari pengawasan Bani Abbasiyah yang saat itu menguasai pemerintahan. Berbeda ketika mereka menyebar di negeri lain.

Semua ahlulbait yang memberontak kepada khalifah tidak ada yang bermazhab syiah rafidhah, mereka memberontak karena alasan politik, bukan karena alasan mazhab, sedangkan ahlulbait yang berhasil mendirikan negara tidak ada dari mereka yang menerapkan mazhab syiah:

Seperti :
Ahlulbait yang bermazhab sunni, yang berhasil mendirikan negara adalah:
Idris bin Hasan bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, pendiri dinasti Adarisah di Maghrib, bahkan Idris bin Hasan adalah penyebab utama dari menyebarnya mazhab maliki di maroko, semua itu karena imam Malik tidak mengakui keabsahan baiat Abu Ja’far Al Manshur yang telah berbaiat sebelumnya kepada Muhammad bin Abdullah bin Hasan yang dikenal dengan nama An Nafsu Az Zakiyyah, maka dia berpendapat bahwa Abu Ja’far masih terikat baiat dengan Muhammad bin Hasan, imam Malik disiksa karena pendapatnya itu, dan dia tidak menarik ucapannya.

Baiat kepada Muhammad dilakukan secara rahasia, di antara yang berbaiat adalah saudara-saudaranya, ayahnya, Abu Ja’far Al Manshur, Abul Abbas dan Ja’far As Shadiq yang dianggap oleh syiah sebagai imam ke enam, juga banyak tokoh ahlul bait lainnya.

Asyraf Makkah yang merupakan keturunan Imam Husein, yang memerintah Makkah beberapa abad yang lalu.

Begitu juga Asyraf madinah yang merupakan keturunan Hasan, yang memerintah kota Madinah.
Begitu juga ahlulbait yang bermazhab Zaidi, walaupun mereka bermazhab Zaidi tapi mereka tidak terpengaruh oleh ajaran Rafidhah, mereka hanya menganggap Ali lebih utama dibanding Abubakar dan Umar, mereka juga mensyaratkan bahwa yang lebih mulia dan utama harus menjabat khalifah, namun mereka juga mencintai seluruh sahabat Nabi , yang dalam sejarah dikenal dengan istilah syiah sebagai sikap politik, bukan sebagai mazhab.

Ahlulbait penganut mazhab zaidi yang berhasil mendirikan negara dan tidak terpengaruh mazhab rafidhah:

Muhammad bin Yusuf Al Ukhaidhir, dia adalah Muhammad bin Yusuf bin Ibrahim bin Musa Al Jaun bin Hasan Al Mutsanna bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, pendiri pemerintahan Ukhaidhiri di wilayah Yamamah, begitu juga anak keturunannya, Muhammad adalah orang yang datang dari Hijaz ke Yamamah dan mendirikan negara di sana pada tahun 252 H/866 M.

Begitu juga Husein bin Qasim Ar Rassi, pendiri pemerintahan Alawiyah di Sha’dah dan Shan’a, Yaman, pada tahun 280 H. Ayahnya yang bernama Qasim Ar Rassi adalah penulis kitab “bantahan terhadap kaum rafidhah”, yang telah dicetak.

An Nashir lil Haqq Al Hasan yang dijuluki Al Athrusy karena pendengarannya kurang baik, pendiri negara Alawiyyin di Dailam, yang mengajarkan islam pada penduduk Jil dan Dailam yang kekuasaannya mencapai Thabaristan, berhasil membebaskan Amil dan masuk ke kota Jalus pada tahun 301 H, tetap memimpin pemerintahan hingga wafat tahun 304 H. dia meninggalkan warisan ilmiyah yang banyak, yang tidak memuat ajaran rafidhah sedikitpun, di antaranya adalah kitab Al Bisat, ditahqiq oleh Abdul Karim Jadban, diterbitkan pertama kali pada tahun 1997 oleh dar turats di Sha’dah.

Sedangkan banyak dari ahlulbait sendiri yang termasuk ulam ahlussunnah, di antaranya adalah kebanyakan dari 11 imam,- karena imam yang ke 12 sebenarnya tidak pernah ada- seperti Hasan dan Husein, Ali Zainal Abidin, Muhammad al Baqir, Ja’far as Shadiq, Musa al Kazhim dan ahlulbait lainnya. Begitu juga Imam Abu Abdullah Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’ bin Sa’ib bin Abdullah bin Yazid bin Muthalib bin Abdi Manaf bin Qushay Al Muththalibi As Syafi’I, beliau adalah imam salah satu dari empat mazhab dalam ahlussunnah wal jamaah, yang memiliki hubungan erat dengan keluarga Nabi , karena dia adalah keturunan Muthalib bin Abdi Manaf, sama seperti Nabi Muhammad yang juga keturunan Abdi Manaf, sedangkan keluarga Muththalib juga termasuk ahlulbait yang tidak boleh menerima sedekah, seperti pendapat jumhur ulama.

Al Qur’an memuat kisah Nabi Isa yang menolak klaim kaum Nasrani terhadap dirinya, menyatakan bahwa Nabi Isa bukanlah Tuhan yang layak disembah. Kita perlu meneliti lebih dalam sebelum meyakini sesuatu.

Jika mazhab syiah bukanlah mazhab ahlulbait seperti diklaim oleh syi'ah, lalu mazhab siapa?

Sejarah Yahudi Dan Negara Haram Israel

Kategori: Sejarah (tarikh)
___________


Siapakah bangsa Yahudi ini ?? Menurut kajian sejarah yang berdasarkan penggalian arkeologi dan lembaran-lembaran kitab suci, awal bangsa Yahudi mempunyai hubungan rapat dengan kisah nabi Ibrahim AS yang berlaku sekitar 3800 tahun yang lalu atau 1800 tahun SM.

Tafsir Al-Qur’an menunjukkan bahawa Ibrahim AS tinggal di daerah Palestine yang dikenali sekarang sebagai Al-Khalil (Hebron) dan beliau tinggal di sana bersama Nabi Luth (QS, 21:69-71).

Anak nabi Ibrahim adalah nabi Ismail dan nabi Ishak kemudian anak nabi Ishak adalah nabi Yaakub, kemudian dari keturunan 12 anak nabi Yaakub inilah yang dikenali sebagai 12 suku Israel.

Anak bongsu nabi Yaakub AS adalah nabi Yusuf AS, yang terkenal dalam sejarah, setelah ditinggalkan di dalam telaga di padang pasir oleh abang-abangnya, akhirnya menjadi kepala bendahara negeri Mesir.
Kemudian ayahnya, nabi Yaakub, serta abang-abangnya mengikut nabi Yusuf AS ke Mesir dan hidup damai di sana sampai suatu hari Firaun yang berkuasa memperbudakkan (menjadikan hamba) keturunan mereka yang dikenal dengan bani Israel.

Kerana kekejaman Firaun yang tak terkira terhadap bani Israel, Allah SWT telah mengirim nabi Musa AS masa itu, dan memerintahkannya untuk membawa bani Israel keluar dari Mesir.

Musa AS dan kaumnya meninggalkan Mesir, dengan pertolongan mukjizat Allah, sekitar tahun 1250 SM.

Mereka tinggal di Semenanjung Sinai dan timur Kanaan (Palestine), dalam Al-Qur’an, nabi Musa memerintahkan Bani Israel untuk memasuki Kanaan, (Qur’an, 5:21).

Setelah nabi Musa AS wafat, bangsa Israel tetap tinggal di Kanaan. Menurut ahli sejarah, nabi Daud AS menjadi raja Israel dan membangun sebuah kerajaan berpengaruh.

Selama pemerintahan anaknya nabi Sulaiman, batas-batas Israel diperluas dari Sungai Nil di Selatan hingga sungai Eufrat di negara Siria sekarang di utara.

Ini adalah sebuah masa gemilang bagi kerajaan Israel dalam banyak bidang, terutama senibina. Di Baitul Maqdis (Jerusalem), nabi Sulaiman membangun sebuah istana dan biara yang luar biasa.

Setelah wafatnya nabi Sulaiman, Allah SWT mengutus ramai lagi nabi kepada Bani Israel meskipun dalam banyak hal bani israel tidak mendengar perintah para nabi, membunuh mereka dan mengkhianati Allah.

Setelah kematian nabi Sulaiman, kerajaan bani Israel (yahudi) berpecah, di utara Israel dengan ibukota Samarria dan Di Selatan Juda dengan ibukota Baitul Maqdis (Yerrusalem).

Dengan berlalunya waktu, suku yahudi jatuh di bawah Assyurria dan Babylon atau pergi ke Mesir sebagai pelarian.

Ketika raja Perrsia Kyros tahun 539 SM mengizinkan orang Yahudi kembali dari pelarian mereka, banyak orang Yahudi yang tidak kembali, di sinilah mulainya Diaspora, penyebaran bangsa Yahudi ke seluruh dunia.

Pada tahun 63 SM Juda dan Israel jatuh ke tangan orang Romawi dan tahun 70 SM berjaya menghancurkan pemberontakan Yerusalem dan menghancurkan biara dan Juda.

Awal terbentuknya Israel

Setelah itu orang Yahudi hidup dalam pelarian, sehingga zaman khilafah Othmaniyah barulah orang Yahudi dapat merasakan kehidupan yang damai dengan membayar pajak perlindungan kepada kerajaan Othmaniyah.

Akhir abad ke 19, ditunjangi oleh Jewish Colonization Assocation Baron Hirsch, Yahudi dari Eropah Timur berpindah ke Argentina dan membentuk Kolonialisme pertanian, untuk kembali ke Palestine bermula tahun 1881.

Kronologi penubuhan Israel adalah seperti berikut;


1896 Theodor Herzl Yahudi kelahiran Budapest meengasaskan pembentukan Negara Yahudi moden. Tujuannya untuk menuntut dan membuat negara untuk orang Yahudi di Palestine, disokong oleh wang hasil sumbangan dari seluruh orang Yahudi di dunia. Herzl ini juga dikenal pendiri zionisme, yang juga tidak disetujui oleh orang Yahudinya sendiri.

1914 Di Palestine tinggal 1200 orang Yahudi. Setelah kekalahan khilafah Othmaniyah dalam perang dunia pertama, Palestine menjadi bola permainan para penjajah dan para Zionis ada di sisi British dan Amerika.

1917 Tanggal 2 November menteri luar British Lord Balfour menandatangani Deklarasi Balfour untuk membangun negara yahudi. Sebulan kemudian masuklah tentera British ke Baitul Maqdis (Jerusalem).

1920 Gabungan Negara-negara menyerahkan mandat Palestine kepada British. Akibatnya datanglah 75.000 lagi orang Yahudi ke Palestine. Negara-negara Arab tidak menyetujui didirikannya negara Yahudi di Palestine.

1922 Transjordania dipisahkan dari daerah mandat. Sebagai perwakilan orang Yahudi dibuatlah Jewish Agency. Di tahun itu lebih kurang 80.000 orang Yahudi tinggal di Palestine

1933 Di Jerman berlaku penghapusan etnik Yahudi secara sistematik oleh Rejim Hitler.

1936 Masyarakat Arab menentang politik masuknya orang Yahudi ke Palestine tapi orang Yahudi dibantu oleh tentera Inggeris.


1937 Sesudah pemerintah Mandat membatasi imigrasi dan pembelian tanah oleh orang Yahudi, timbullah ketegangan yang dilakukan oleh organisasi bawah tanah Yahudi terhadap orang Inggeris.

1939 Pendidikan sebuah brigade Yahudi untuk memasukkan orang Yahudi ke Palestine

1945 Suruhanjaya Inggeris Amerika menganjurkan penerimaan 100,000 orang Yahudi di Palestine, tapi kemudian ditolak oleh Inggeris sehingga menyebabkan rusuhan di antara Yahudi - Palestine.

1947 UNO menganjurkan pemisahan Palestina dan pembentukan negara Yahudi dan Arab. Perang antara Yahudi dan Arab menghindarkan dilanjutkannya rencana itu.

1948 Inggris mengakhiri Mandatnya atas Palestine dan pada 14 Mei meninggalkan Palestine. Tentera Yahudi memasuki Palestine dan mengusir orang Palestine yang didukung oleh negara-negara Arab. Di hari yang sama Ben Gurion mengisytiharkan kemerdekaan Israel di kota yang dibentuk mereka, Tel Aviv, sehingga kemudian menyebabkan perang hari pertama Timur Tengah.

1949 Setelah perang, Israel memenangi peperangan dan bangsa-bangsa bersatu mengakui Israel sebagai sebuah negara.

Bagi memahami persoalan Palestin secara yang lebih mendalam, boleh Menelusuri Sejarah Baitul Maqdis.

____________________


(arshavin menukilnya dari http://abuubaidah.wordpress.com/2009/01/23/sejarah-yahudi-dan-negara-haram-israel/ )

Sunday, January 18, 2009

Mereka Mencari Pemimpin???

*** Label: Politik
______________________________



Sungguh tidak terasa,waktu semakin cepat berjalan.Begitu juga dengan masa Kepemimpinan mereka-mereka yang duduk di tampuk Pemerintahan.Dan seiring dengan bergulirnya masa,maka waktu mereka pun semakin hampir di penghujungnya.

Sebentar lagi,'sebagian' besar rakyat Indonesia,akan dihadapkan dengan Pemilihan Umum Calon Legislatif (CALEG) maupun Pemilihan Calon Presiden dan Wakil Presiden (CAPRES-CAWAPRES).Ini adalah buah dan hasil dari yang namanya "DEMOKRASI", sebuah produk yang dibuat oleh Golongan Liberal Barat sana.

Sesungguhnya,di dalam agama Islam yang Mulia,tidak terdapat yang namanya Demokrasi alias " Kepemimpinan dari Rakyat dan Untuk Rakyat " . Jikalaulah,kita mau mencari figur para Pemimpin yang baik,maka di dalam Islam telah ada Bimbingan dan juga Pedoman untuk mencari figur tersebut,yaitu Figur Seorang Pemimpin yang Baik,Bijaksana,dan Adil,serta terlepas dari Unsur-Unsur "kepartaian" dan "ke-hizbiyyan" golongan-golongan tertentu.

Tetapi,untuk mencari figur yang seperti ini,(mungkin) tidak semudah seperti yang kita bayangkan.Calon pemimpin yang baik ialah Mereka yang terlahir dari sebuah proses pendidikan (tarbiyah) yang bersih dari unsur-unsur kesyirikan dan juga ke Fanatikan akan kelompok tertentu.

Jikalau aQidah mereka selamat daripada unsur-unsur kesyirikan ini,maka dengan izin Allah,komunitas masyarakat ataupun rakyat yang di pimpin oleh nya,akan berada di landasan yang benar,serta jauh dari "goyangan-goyangan angin" yang berasal dari hembusan "penyihir" dan "gigitan" para pengekor Syetan...

________________

Kestabilan sesebuah negara (pemerintahan dan pentadbirannya) itu sebenarnya terbentuk bermula dari diri setiap individu yang kemudiannya keluarganya, dan seterusnya keterlibatannya dalam kemasyarakatan, yang akhirnya menyumbang dalam pembinaan sesebuah negara tertentu tersebut.

Maka, perlulah untuk kita memahami bahawa pemimpin yang baik itu asalnya sebenarnya terlahir dari masyarakat kebanyakan iaitu dari kalangan sesama kita. Jika setiap individu tidak dibina dengan keimanan dan kesolehan yang betul, bagaimana kita mahu melahirkan pemimpin yang benar-benar baik dari kelompok masyarakat tersebut? Sedangkan usaha-usaha pembinaan yang positif tidak wujud dalam diri setiap individu yang membentuk sesebuah masyarakat tersebut?

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya),

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang soleh bahawa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diredhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq.” (an-Nuur, 24: 55)

Imam Ibnu katsir rahimahullah menjelaskan,

“Dari sini kita berupaya mengetahui dan menilai akan kebenaran janji Allah dan Rasul-Nya. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya. Kita memohon kepada Allah supaya Dia selalu melimpahkan kepada kita keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya serta kekuatan untuk mensyukurinya bersesuaian dengan apa yang diredhai-Nya.

Ar-Rabi’ bin anas telah meriwayatkan sebuah hadis yang bersumber dari Abul ‘Aliyah ketika menafsirkan firman Allah tersebut, ia berkata,

“Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam dan para sahabatnya tinggal di Makkah sekitar sepuluh tahun. Mereka berdakwah, menyerukan untuk beribadah kepada Allah dan menyembah Sang Khaliq Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dakwah yang dilaksanakan bersifat rahsia dan secara senyap-senyap. Mereka tidak berani bertindak lebih dari itu, kerana pada ketika itu, masih belum ada perintah untuk berperang. Perintah keluar berperang hanya muncul sekitar selepas mereka berhijrah ke Madinah.

Pada awalnya mereka merasa takut, sama ada di waktu pagi atau pun di petang hari. Mereka selalu sentiasa bersiap sedia dengan senjata. Mereka berada dalam keadaan seperti itu sehingga ke waktu yang dikehendaki oleh Allah... ...Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menurunkan ayat tersebut (an-Nuur, 24: 55).

Allah menjadikan Nabi-Nya mampu menguasai Jazirah arab, sehingga mereka pun merasa aman dan tidak lagi sentiasa dalam keadaan berjaga-jaga (ketakutan). Kemudian setelah Allah mewafatkan Nabi-Nya, mereka tetap merasa aman di bawah pemerintahan Abu Bakar, Umar dan Ustman...” (Rujuk: Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terbitan Pustaka Ibnu katsir, jil. 6, m/s. 431-432)

Beliau juga menjelaskan,

Adalah para Sahabat, kerana mereka merupakan kelompok (komuniti) manusia yang paling mentaati perintah Allah setelah Nabi wafat, maka kejayaan yang mereka perolehi itu adalah bersesuaian dengan (keikhlasan) mereka di dalam menegakkan kalimatullah di penjuru bumi di bahagian timur mahu pun barat. Oleh kerana itu, Allah memperkuatkan (memperkukuhkan) kejayaan mereka sekuat-kuatnya sehingga mereka berupaya menakluki pelbagai negeri lainnya dan menjadi penguasa penduduk negeri yang mereka takluki. Namun ketika umat telah mula lalai dalam menjalani ketaatan kepada Allah, maka menjadi pudarlah kejayaan umat Islam. Namun dalam sebuah hadis yang termaktub di dalam kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih muslim, dan diriwayatkan melalui banyak jalur periwayatan, disebutkan bahawa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Akan sentiasa ada segolongan dari umatku yang membela kebenaran. Tidak akan membahayakan mereka orang-orang yang menghina dan yang menyelisihi mereka, sehinggalah datang hari kiamat”.” (Hadis Riwayat muslim, 1/137) (Rujuk: Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terbitan Pustaka Ibnu katsir, jil. 6, m/s. 436-437)

Dari sini kita dapat melihat sebuah penjelasan yang menerangkan bahawa sebuah pemerintahan yang baik (pentadbiran yang berkesan) lahir dari sebuah masyarakat yang memiliki keimanan, kesolehan dan ketaatan yang baik kepada Allah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya),

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (al-A’raaf, 7: 96)

“Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat bagi mereka, selain kaum Yunus. Tatkala mereka (kaum Yunus itu) beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sehingga pada waktu yang tertentu.” (Yunus, 10: 98)

“Dan Kami utus dia (Yunus) kepada seratus ribu orang atau lebih. Lalu mereka beriman, kerana itu Kami anugerahkan kenikmatan hidup kepada mereka hingga waktu yang tertentu.” (ash-Shaffat: 147-148)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (maksudnya),

“Dan demikian kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menguasai sebahagian yang lain disebabkan apa-apa yang mereka (masyarakat) usahakan.” (al-An’am, 6: 129)

Imam Ibnu katsir rahimahullah menjelaskan (berkenaan ayat tersebut),

“Tiada orang yang zalim pun melainkan ia akan diuji dengan orang yang zalim. Dijadikan dari kalangan orang-orang yang zalim, mereka dikuasai oleh orang-orang-orang yang zalim lainnya. Sebahagian mereka dihancurkan dengan sebahagian lainnya, dan sebahagian mereka disiksa dengan sebahagian lainnya, sebagai balasan atas kezaliman mereka.” (Rujuk: Shahih Tafsir Ibnu Katsir, Terbitan Pustaka Ibnu katsir, jil. 3, m/s. 430)

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri maka Kami perintahkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya mentaati Allah), tetapi mereka melakukan kefasikan/kederhakaan dalam negeri itu, maka sudah sewajarnya berlaku terhadap mereka perkataan (ketentuan) Kami, kemudian kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (al-Isra’, 17: 16)

Ayat ini menjelaskan kepada kita bahawa atas sebab kefasikan dan sikap ingkar terhadap ketaatan kepada Allah akan mengakibatkan suatu masyarakat atau negeri itu dibinasakan.

Begitu juga dengan firman Allah,

“Dan (penduduk) negeri itu telah Kami binasakan ketika mereka berbuat kezaliman.” (al-Hakfi, 18: 59)

Al-Walid ath-Tharthusi rahimahullah berkata, “Sehingga sekarang masih terdengar orang-orang berkata, “amalan-amalan kalian adalah pekerja-pekerja kalian”, sebagaimana kalian sekarang ini; maka seperti itulah kalian akan dipimpin. Di dalam al-Qur’an terdapat ayat yang semakna dengan perkara ini,

“Dan demikian kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menguasai sebahagian yang lain disebabkan apa-apa yang mereka (masyarakat) usahakan.” (al-An’am, 6: 129)

Abdul Malik bin Marwan pernah berkata,

“Wahai rakyatku! Bersikap adillah kepada kami! (Bagaimana mungkin) kalian mahukan dari diri kami sebagaimana yang dilaksanakan oleh Abu Bakar dan Umar, sedangkan kalian tidak pun mengerjakan sebagaimana apa yang mereka amalkan?!” (Siraj al-Muluk, m/s. 100-101)

Maka, dengan ini dapatlah kita mengetahui dan memahami bahawa kesolehan dan keadilan yang terpancar (lahir) pada diri pemerintah berserta cemerlangnya sesebuah pentadbiran itu sebenarnya bergantung kepada kesolehan dan keadilan dalam diri-diri masyarakatnya. Maka, atas sebab itu, kita tidak memiliki jalan lain melainkan kita masing-masing mengambil inisiatif untuk bermula melakukan perubahan ke dalam diri sendiri dan seterusnya ke dalam masyarakat di sekeliling kita. Maka, bermuhasabahlah dan berusahalah menambah ilmu, pengetahuan dan maklumat berkaitan agama bagi tujuan membersihkan diri (dan masyarakat) dari pelbagai jenis kecelaruan dan kekeliruan (kejahilan). Hanya dengannya kita mampu memperbaiki diri-diri kita, keluarga kita dan seterusnya menerapkannya ke dalam segenap ruang lingkup kehidupan kita dan mengaktifkannya bersama-sama dengan masyarakat sekeliling.

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak menderhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Surah at-Tahrim, 66: 6)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal soleh dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasehati supaya menetapi kesabaran.” (al-‘Ashr, 103: 1-3)

“Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (ar-Ra’d, 13: 11)

Maka, sebagai jalan penyelesaiannya di sini adalah kita masing-masing perlu berusaha memperbaiki diri dengan menerapkan agama berpandukan dasar-dasar yang jelas tsabit berpandukan petunjuk dari al-Qur’an dan as-Sunnah dengan tafsiran-tafsirannya yang jelas (di atas prinsip para salaf). Proses tasfiyah (pemurnian) dalam beragama (beraqidah) perlu berlaku dan pentarbiyahan pula perlu berlangsung dengan ilmu yang betul.

Oleh yang demikian,marilah kita bertanya bersama:
"Mungkinkah kita dapat mencari figur pemimpin tersebut...?"
(Renungkanlah,wahai diri yang malang... arshavin_08}

****

Geoglobe

Geocounter

About Me

My photo
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنما العلم بالتعلم ( حديث حسن، انظر : صحيح الجميع ، للأ لبانى ) " Sesungguhnya 'ilmu itu,-hanya bisa diperoleh- dengan BELAJAR "