Saturday, July 05, 2008

dajjal,, adakah dia???

Keberadaan Dajjal merupakan salah satu topik yang menarik dan layak kaji. Pasalnya, masalah yang satu ini sering menjadi ‘isu kondisional’ sejak dahulu kala. Simpang siur pendapat pun sering kali bergulir di tengah umat, tentunya dengan berbagai macam persepsi dan landasan berpikir yang berbeda. Tak ayal, kontroversi ini menjadikan bingung banyak orang yang notabene awam.

Sebelum menelusuri kontroversi sikap seputar Dajjal, tentunya amat penting untuk didudukkan terlebih dahulu hakikat Dajjal yang sedang dipermasalahkan ini. Karena hukum terhadap sesuatu, merupakan cabang dari penggambarannya. Bagaimana mungkin seseorang bisa menghukumi bahwa Dajjal itu ada atau tidak, sementara belum jelas baginya hakikat Dajjal yang sedang dipermasalahkan.


Hakikat Dajjal yang Dipermasalahkan

Dajjal yang sedang dipermasalahkan keberadaannya itu adalah seseorang dari bangsa manusia yang Allah Subhanahu wa Ta’ala munculkan di akhir zaman (dengan segala kekuasaan dan hikmah-Nya), sebagai fitnah (ujian) besar bagi umat manusia di muka bumi ini *1 ( -silahkan lihat keterangan nomor2 ini di akhir artikel,- arshavin ) , dan sebagai salah satu pertanda kuat semakin dekatnya hari kiamat *2).

Bentuk fisik Dajjal adalah: matanya buta sebelah (yang dengannya disebut Al-Masih), pada dahinya tertulis huruf (ك ف ر) yang berarti kafir di mana tulisan itu bisa dibaca oleh siapa saja yang di hatinya ada keimanan *3, berambut sangat keriting*4), bertubuh besar, dan sudah ada saat ini di sebuah pulau yang ada di tengah lautan (arahnya sebelah timur kota Madinah), dalam keadaan dibelenggu dengan belenggu besi yang amat kuat *5).

Ketika muncul, dia mengaku sebagai Allah Subhanahu wa Ta’ala (padahal sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak buta sebelah seperti dia) dan menyeru umat manusia untuk menyembah dirinya. Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan bagi Dajjal untuk membawa sesuatu seperti Jannah (surga) dan Naar (neraka).
Jannah Dajjal hakikatnya adalah Naar Allah, dan Naar Dajjal hakikatnya adalah Jannah Allah *6).


Tempat kemunculannya kelak dari sebuah jalan yang terletak antara negeri Syam dan Irak. Dia pun akan tinggal di muka bumi ini selama 40 hari; hari pertama lamanya satu tahun, hari kedua lamanya satu bulan, hari ketiga lamanya satu pekan, hari keempat dan seterusnya lamanya seperti hari-hari biasa (24 jam). Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan pula baginya kemampuan untuk mengelilingi dunia dengan sekejap seiring dengan berhembusnya arah angin (kecuali kota Makkah dan Madinah, tak mampu dimasukinya karena dijaga oleh para malaikat Allah Subhanahu wa Ta’ala). Sebagaimana pula Allah Subhanahu wa Ta’ala kuasakan baginya hal-hal aneh lainnya yang tak dimampui oleh manusia biasa.


Kemudian terjadilah pertempuran yang dahsyat antara Dajjal berikut pengikutnya melawan pasukan Islam yang dipimpin oleh Al-Imam Mahdi yang diperkuat oleh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam yang Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan dari langit. Akhirnya Dajjal tewas dibunuh oleh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam di daerah Bab Ludd, Palestina *7).

Demikianlah hakikat Dajjal yang dipersoalkan eksistensinya itu. Untuk mengetahui lebih rinci tentang Dajjal dan hakikatnya, silakan membaca rubrik Kajian Utama pada edisi ini.


Rambu-rambu ( Solusi dan Jalan keluar ) Penting dalam Perselisihan dan Perbedaan Pendapat


Para pembaca yang mulia, dalam Al-Qur`anul Karim, Allah Subhanahu wa Ta’ala Yang Maha Rahman telah memberikan bimbingan-Nya sekaligus solusi bagi segala perselisihan, perbedaan pendapat, dan kontroversi yang mengitari kehidupan para hamba-Nya. Termasuk perkara Dajjal yang tengah dipermasalahkan ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُوْلِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيْلاً
“Dan jika kalian berselisih dalam suatu perkara, maka kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kalian beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59)


Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata:

“(Kembalikanlah kepada Allah dan Rasul-Nya), maksudnya: kembalikanlah keputusan permasalahan tersebut kepada Kitabullah (Al-Qur`an) dan kepada Rasul-Nya dengan bertanya kepada beliau semasa hidupnya atau dengan merujuk kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sepeninggal beliau. Demikianlah keterangan dari Mujahid, Al-A’masy, dan Qatadah rahimahumullah, dan memang benar apa yang mereka katakan itu. Barangsiapa tidak sepakat dengan (apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala bimbingkan, pen.) ini, maka telah cacat keimanannya karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah nyatakan dalam ayat tersebut; (jika kalian beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari akhir).” (Tafsir Al-Qurthubi juz 5, hal. 261).


Kembali (merujuk) kepada Al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya dalam se
tiap permasalahan yang diperselisihkan amat besar hikmahnya. Sebagaimana yang dikatakan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah ketika menafsirkan surat Ali ‘Imran ayat 103: “Allah mewajibkan kepada kita agar berpegang teguh dengan Kitab-Nya (Al-Qur`an) dan Sunnah Nabi-Nya, serta merujuk kepada keduanya di saat terjadi perselisihan. Ia (juga) memerintahkan kepada kita agar bersatu di atas Al-Qur`an dan As-Sunnah secara keyakinan dan amalan. Itulah sebab keselarasan kata dan bersatunya apa yang tercerai-berai, yang dengannya akan teraih maslahat dunia dan agama serta selamat dari perselisihan…” (Tafsir Al-Qurthubi juz 4, hal. 105)


Lain halnya dengan akal (semata) yang di-Tuhan-kan oleh sebagian orang serta lebih diutamakan daripada Al-Qur`an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam (syariat) *8).

Padahal fenomena akal ini amat memilukan. Tak sedikit dari para pemujanya yang menyesal dan bingung akibat jalan yang ditempuhnya itu.


Abu Abdillah Ar-Razi, tokoh Mu’tazilah yang telah menyelami lautan akal tersebut pernah mengatakan:

“Kesudahan mengedepankan akal adalah belenggu. *9).
Dan kebanyakan upaya (hasil pemikiran) para intelektual itu adalah kesesatan
Ruh-ruh kami terasa amat liar di dalam tubuh-tubuh kami
Dan hasil dari kehidupan dunia kami adalah gangguan dan siksaan (batin).

Tidaklah didapat dari penelitian yang kami lakukan sepanjang masa
melainkan kumpulan pernyataan-pernyataan (yang tak menentu).

Aku (Ar-Razi) telah memerhatikan dengan saksama berbagai seluk-beluk ILMU KALAM dan METODOLOGI FILSAFAT.
Maka kulihat semua itu tidaklah dapat menyembuhkan orang yang sakit serta tidak pula memuaskan orang yang dahaga. Dan (ternyata) metode yang paling tepat adalah metode Al-Qur`an.”

(Lihat Dar`u Ta’arudhil ‘Aqli wan Naqli, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah, juz 1, hal. 160)


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

“Engkau akan mendapati kebanyakan para pakar di bidang ilmu kalam, filsafat, dan bahkan tasawuf yang tidak mengindahkan apa yang dibawa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, adalah orang-orang yang bingung.
Sebagaimana yang dikatakan Asy-Syahrastani rahimahullah:
‘Sungguh aku telah keliling ke ma’had- ma’had (filsafat) tersebut
dan seluruh pandanganku tertuju kepada mercusuar-mercusuarnya ( MERCU TANDA )
Namun, tak kulihat padanya kecuali orang yang bingung sambil bertopang dagu
dan orang yang menyesal sambil menggemertakkan giginya’.”
(Dar`u Ta’arudhil Aqli Wan Naqli, juz 1, hal. 159)


Kontroversi Seputar Dajjal

Secara garis besar, ada tiga pendapat dalam permasalahan ini:


Pertama:
Dajjal dengan gambaran di atas tidak ada sama sekali. Ini merupakan pendapat kelompok Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu’tazilah. (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, karya Al-Imam An-Nawawi rahimahullah juz. 18, hal. 263)

Dalil2nya:

1. Masalah Dajjal tidak disebutkan dalam Al-Qur`an. Kalaulah Dajjal tersebut benar adanya niscaya akan disebutkan dalam Al-Qur`an.

2. Hadits-hadits seputar Dajjal bertentangan dengan akal. Mana mungkin ada manusia (yang bukan nabi) mempunyai kemampuan seperti itu?! Lebih-lebih lagi hari pertama, kedua, dan ketiganya tidak 24 jam. Belum pernah ada kejadian seperti itu sepanjang sejarah umat manusia.

3. Ketetapan adanya Dajjal akan mengundang orang untuk mengaku-ngaku sebagai Dajjal. Tentunya yang demikian ini termasuk membuka pintu kejelekan bagi umat.


Kedua:

Dajjal dengan gambaran di atas benar adanya. Hanya saja semua yang dipertontonkan Dajjal di hadapan umat manusia tidak ada hakikatnya, layaknya sulap.
Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm, Ath-Thahawi, Abu ‘Ali Al-Jubba’i, dan sebagian Jahmiyyah.
(Lihat At-Tadzkirah, karya Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah hal. 552 dan An-Nihayah Fil Fitan wal Malahim, karya Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah juz 1, hal 164/dinukil dari Majalah At-Tau’iyah Al-Islamiyyah no. 223, tahun ke-25/1420 H hal. 95-96).


Dalilnya:

Jika semua yang ditampilkan Dajjal itu ada hakikatnya, niscaya akan menjadi rancu antara pendusta dan yang jujur. Demikian pula antara seorang nabi dengan yang mengaku nabi.
(Lihat At-Tadzkirah, hal. 552)


Ketiga:

Dajjal dengan gambaran di atas benar adanya, dan segala apa yang ditampilkannya di hadapan umat manusia adalah KENYATAAN ( REALITI) BUKAN KHAYALAN ataupun SULAP. Ini merupakan pendapat AHLUS SUNNAH WAL JAMA'AH, seluruh ahli hadits dan ahli fiqh. (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, juz 18, hal. 263)

Dalilnya:

1. Al-Qur`anul karim, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabbmu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya.” (Al-An’am: 158) *10)

2. Hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang amat banyak jumlahnya, hingga mencapai derajat mutawatir.( -yaitu hadits yang diriwiyatkan dan disampaikan oleh LEBIH dari 40 orang SAHABAT RAsululllah Shallallahu 'alaihi wasallam , - Arshavin )

 Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata {ketika membantah para pengingkar (adanya) Dajjal}: “Dengan pendapat tersebut akhirnya mereka keluar dari apa yang dinyatakan para ulama. Hal itu disebabkan penolakan mereka terhadap hadits-hadits shahih yang dinukil secara mutawatir dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Lihat Iqamatul Burhan, karya Asy-Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah/Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no.13, tahun 1405 H, hal. 103)


 Asy-Syaikh Hamud bin Abdillah At-Tuwaijiri rahimahullah berkata: “Telah mutawatir hadits-hadits seputar Dajjal dari jalan (sanad) yang berbeda-beda, sebagaimana yang telah saya sebutkan dalam kitab Ithaful Jama’ah. Jika saja tidak ada hadits-hadits tersebut kecuali hadits yang memerintahkan untuk berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari fitnah Dajjal pada (penutupan) setiap shalat, yang demikian itu sudah cukup sebagai bukti akan adanya Dajjal dan bantahan bagi yang mengingkarinya.”
(Iqamatul Burhan/ Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no. 13, tahun 1405 H, hal. 103)


3. Keberadaan Dajjal merupakan hal yang disepakati Ahlus Sunnah wal Jamaah dari kalangan ahli hadits dan ahli fiqih. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Pasal: Iman akan adanya Dajjal dan (berita, pen.) kemunculannya adalah benar. Ini merupakan pendapat Ahlus Sunnah wal Jamaah, seluruh ahli hadits dan ahli fiqih.” (Lihat At-Tadzkirah, hal. 552).


DISKUSI PENDAPAT

1. Pendapat pertama ( pendapat kelompok Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu'tazilah )

 Pendapat ini bersumber dari Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu’tazilah yang notabene ahlul bid’ah wal furqah. Sementara setiap muslim diperintah untuk mengikuti jejak Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, serta menjauhi bid’ah dan para pengusungnya.

 Pernyataan mereka bahwa masalah Dajjal tidak disebutkan dalam Al-Qur`an, tidak bisa dibenarkan sebagaimana keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berikut ini:

a) Bahwasanya Dajjal (secara tersirat, pen.) masuk dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا
“Pada hari datangnya sebagian tanda-tanda Rabb-mu tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang bagi dirinya.” (Al-An’am: 158)

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi rahimahullah dan dishahihkannya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ (disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam):
ثَلَاثَةٌ إِذَا خَرَجْنَ لَمْ يَنْفَعْ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ: الدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Tiga hal apabila telah muncul (terjadi) maka tiada bermanfaat lagi sebuah keimanan bagi seorang jiwa yang belum beriman (sebelumnya): Dajjal, daabbah, dan terbitnya matahari dari arah barat.”
(Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 3023)

b) Telah ada sinyal ( PETANDA )dalam Al-Qur`an tentang turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam (di akhir zaman, pen.) sebagaimana dalam firman-Nya Subhanahu wa Ta’ala:

وَإِنْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ إِلاَّ لَيُؤْمِنَنَّ بِهِ قَبْلَ مَوْتِهِ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكُوْنُ عَلَيْهِمْ شَهِيْدًا
“Tiada seorang pun dari ahli kitab, kecuali akan beriman kepadanya (‘Isa) sebelum kematiannya (di akhir zaman, pen.). Dan di hari Kiamat nanti ‘Isa itu akan menjadi saksi terhadap mereka.” (An-Nisa`: 159)

وَإِنَّهُ لَعِلْمٌ لِلسَّاعَةِ فَلاَ تَمْتَرُنَّ بِهَا وَاتَّبِعُوْنِ هَذَا صِرَاطٌ مُسْتَقِيْمٌ
“Dan sesungguhnya ‘Isa itu benar-benar memberikan pengetahuan tentang hari kiamat. Karena itu janganlah kamu ragu-ragu tentang hari kiamat itu dan ikutilah Aku, inilah jalan yang lurus.” (Az-Zukhruf: 61)

Sebagaimana pula telah SAHIH (dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen.) bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihissalam lah yang membunuh Dajjal, sehingga cukuplah disebutkan salah satunya (Nabi ‘Isa ‘alaihissalam, pen.) untuk menunjukkan keberadaan yang lainnya (Dajjal, pen.). Demikian pula karena keduanya dijuluki Al-Masih (sehingga cukup disebutkan salah satunya saja, pen.), hanya saja Dajjal Al-Masih yang sesat sedangkan Nabi ‘Isa Al-Masih yang membawa petunjuk.


c) Disebutkan dalam Tafsir Al-Baghawi, bahwa penyebutan Dajjal ada dalam Al-Qur`an, sebagaimana dalam firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ

“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Mu`min: 57)

Yang dimaksud manusia di sini adalah Dajjal, disebutkan secara umum (manusia, pen.) sedangkan yang dituju adalah khusus (Dajjal, pen.).

Bila hal ini benar, maka ia merupakan jawaban yang paling tepat dalam permasalahan ini, dan sebagai penyebutan global bagi apa yang dirinci Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (perihal Dajjal tersebut, pen.). Wal ‘ilmu ‘indallahi ta’ala.”
(Fathul Bari juz 13, hal. 98).


 Pernyataan mereka bahwa hadits-hadits seputar Dajjal bertentangan dengan akal, maka akal siapakah yang dijadikan pijakan?! Padahal akal manusia itu berbeda-beda baik latar belakang maupun kemampuan nalarnya. Lebih dari itu, akal manusia amat terbatas kemampuannya, sehingga ia tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk menetapkan atau menolak suatu berita yang sah dalam agama ini.
Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah berkata: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan batasan kemampuan akal yang tak bisa dilampaui, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan kemampuan bagi akal untuk mengetahui segala sesuatu yang diinginkan.” (Al-I’tisham juz 2, hal. 318).


Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata: “Berbagai macam berita yang diriwayatkan secara shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka benar keberadaannya dan wajib dipercayai, baik dapat dirasakan oleh panca indera kita maupun yang bersifat ghaib, baik yang dapat dijangkau oleh akal kita maupun tidak.” (Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 101).


A sy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah berkata:
“Hakikat iman adalah keyakinan yang sempurna terhadap segala yang diberitakan para rasul, yang mencakup ketundukan anggota tubuh kepadanya. Iman yang dimaksud di sini bukanlah yang berkaitan dengan perkara yang bisa dijangkau panca indera, karena dalam perkara yang seperti ini tidak berbeda antara muslim dengan kafir. Akan tetapi permasalahannya berkaitan dengan perkara ghaib yang tidak bisa kita lihat dan saksikan (saat ini). Kita mengimaninya, karena (adanya) berita yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.

Inilah keimanan yang membedakan antara muslim dengan kafir, yang mengandung kemurnian iman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Maka, seorang mukmin (wajib) mengimani semua yang diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya baik yang dapat disaksikan oleh panca inderanya maupun yang tidak. Baik yang dapat dijangkau oleh akal dan nalarnya, maupun yang tidak dapat dijangkaunya. Hal ini berbeda dengan kaum zanadiqah (yang menampakkan keislaman dan menyembunyikan kekafiran, -pen.) serta para pengingkar perkara ghaib (yang telah diberitakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya).

Dikarenakan akalnya yang bodoh lagi dangkal serta jangkauan ilmunya yang pendek, akhirnya mereka dustakan segala apa yang tidak diketahuinya. Maka rusaklah akal-akal (pemikiran) mereka itu, dan bersihlah akal-akal (pemikiran) kaum mukminin yang selalu berpegang dengan petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(Taisir Al-Karimirrahman hal. 23).


Berikutnya, Allah Maha Kuasa lagi Maha segala-galanya untuk memunculkan manusia (selain nabi) yang mempunyai kemampuan semacam itu. Sebagaimana pula Dia Maha Mampu untuk menjadikan hari-hari Dajjal seperti yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.


 Pernyataan mereka bahwa ketetapan adanya Dajjal akan mengundang orang untuk mengaku sebagai Dajjal sehingga ditiadakan saja, maka tidak bisa dibenarkan, karena berita yang sah dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya tidaklah boleh ditolak dengan kemungkinan-kemungkinan semacam ini. Bahkan semua itu wajib diimani dan diterima dengan lapang dada, walaupun ada orang yang terfitnah dengan apa yang dipropagandakannya.

(Lihat Iqamatul Burhan/ Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no.13, tahun 1405 H, hal. 112)



2. Pendapat kedua ( pendapat Ibnu Hazm, Ath-Thahawi, Abu ‘Ali Al-Jubba’i, dan sebagian Jahmiyyah )


Pendapat kedua adalah pendapat yang lemah berdasarkan uraian berikut ini:


 Semua yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seputar Dajjal dan segala kemampuannya (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala) bukanlah khayal ataupun sulap. Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata: “Pernyataan mereka bahwa apa yang ditampilkan oleh Dajjal itu hanyalah sulap dan khayal merupakan pernyataan yang lemah dan tidak bisa diterima. Karena semua yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seputar Dajjal dan segala kemampuannya merupakan sesuatu yang nyata (bisa terjadi) dan akal/nalar pun bisa menerimanya. Sehingga wajib difahami sesuai dengan hakikat/zhahirnya (yang diberitakan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam).” (At-Tadzkirah, hal. 553)

 Pernyataan mereka: “Jika semua yang ditampilkan Dajjal di hadapan umat manusia itu ada hakikatnya, niscaya akan menjadi rancu antara pendusta dan yang jujur, dan tidak ada bedanya antara seorang nabi dengan yang mengaku nabi,” tidaklah bisa dibenarkan.


Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata: “(Asumsi) yang demikian merupakan suatu kesalahan dari mereka. Karena Dajjal dengan segala kemampuannya (dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala) tidaklah mengaku sebagai nabi, akan tetapi justru mengaku sebagai Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berhak diibadahi. Padahal realita keadaannya, baik dari segi sepak terjangnya, adanya ciri makhluk pada dirinya, kondisinya yang cacat fisik, tidak mampu mengubah matanya yang buta sebelah menjadi normal, dan tidak mampu pula menghilangkan tanda kafir yang ada pada dahinya, merupakan bukti kuat bahwa dia pendusta.” (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Hajjaj, juz 18, hal. 243)
Jawaban senada juga disampaikan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah, sebagaimana dalam kitabnya At-Tadzkirah (hal. 552).

3. Pendapat ketiga:
 Adapun pendapat ketiga, maka dasarnya cukup kuat. Di samping dari Al-Qur`an sebagaimana yang diulas oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah di atas, hadits-hadits mutawatir sebagaimana yang dinyatakan Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah dan Asy-Syaikh Hamud At-Tuwaijiri rahimahullah, serta kesepakatan Ahlus Sunnah dari kalangan ahli hadits dan ahli fiqih sebagaimana yang dijelaskan Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah.

Pendapat Manakah yang Kuat (Rajih)?

Maka pendapat yang kuat dalam permasalahan ini tentunya PENDAPAT KETIGA yang menyatakan bahwa Dajjal benar adanya, dan segala apa yang ditampilkannya di hadapan umat manusia adalah nyata, bukan khayal ataupun sulap. Dasar tarjihnya sebagai berikut:

1. Pendapat ini didasari dalil-dalil yang kuat baik dari Al-Qur`an, hadits mutawatir, dan juga kesepakatan Ahlus Sunnah wal Jamaah. Sementara pendapat pertama dan kedua tidak demikian adanya.

2. Segala berita yang sah (bersumber) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam wajib diterima dan diyakini kebenarannya. Apalagi bila berita tersebut diriwayatkan secara mutawatir yang merupakan tingkatan tertinggi dari suatu hadits. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُوْلُ فَخُذُوْهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا وَاتَّقُوا اللهَ إِنَّ اللهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
“Apa yang diberitakan Rasul kepada kalian maka terimalah dia, dan apa yang dilarangnya maka tinggalkanlah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Hasyr: 7)
وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُوْلَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيْلِ الْمُؤْمِنِيْنَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيْرًا
“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115)

Hal itu karena segala apa yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wahyu yang turun dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى. إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى
“Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (An-Najm: 3-4)

3. Tidak adanya dalil dari Al-Qur`an, hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, ijma’ ataupun perkataan sahabat yang mengingkari adanya Dajjal, bahkan semuanya menunjukkan bahwa Dajjal itu ada.

4. Ingkar terhadap keberadaan Dajjal merupakan pendapat ahlul bid’ah wal furqah dari kalangan Khawarij, Jahmiyyah, dan sebagian Mu’tazilah. Dilihat dari narasumbernya saja (yakni ahlul bid’ah wal furqah) sudah tidak layak, apalagi nyata-nyata bertentangan dengan hadits mutawatir dan kesepakatan ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dari kalangan ahli fiqih dan ahli hadits.

5. Keimanan akan adanya Dajjal termasuk masalah aqidah (prinsip), sehingga disebutkan oleh para ulama dalam kitab-kitab aqidah mereka. Di antaranya:

 Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata: “(Di antara prinsip Ahlus Sunnah, pen.) beriman akan kemunculan Al-Masih Dajjal (di akhir zaman, pen.) yang pada dahinya tertulis huruf yang bermakna kafir, beriman dengan hadits-hadits seputar Dajjal dan mengimani keberadaannya, serta beriman bahwa Nabi ‘Isa ‘alaihissalam akan turun (ke muka bumi) dan membunuh Dajjal di Bab Ludd.” (Ushul As-Sunnah, hal. 33-34)
 Al-Imam Al-Barbahari rahimahullah berkata: “Mengimani (berita) kemunculan Al-Masih Dajjal (di akhir zaman, pen.) dan turunnya Nabi ‘Isa bin Maryam ‘alaihissalam (ke muka bumi) lalu membunuh Dajjal.” (Syarhus Sunnah hal. 75)
 Al-Imam Ath-Thahawi Al-Hanafi rahimahullah berkata: “Kami beriman akan adanya tanda-tanda hari kiamat seperti munculnya Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dari langit.” (Lihat Syarh Al-’Aqidah Ath-Thahawiyyah, karya Al-Imam Ibnu Abil ‘Izz rahimahullah hal. 754)
 Al-Imam Abu Muhammad ibnul Husain, yang lebih dikenal dengan sebutannya Ibnul Haddad Asy-Syafi’i rahimahullah berkata: “Bahwa tanda-tanda yang akan muncul menjelang hari kiamat seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam, asap tebal, daabbah, terbitnya matahari dari arah barat, dan lain sebagainya dari tanda-tanda yang terdapat dalam hadits-hadits shahih adalah benar.” (‘Aqidah Ibnil Haddad, dinukil dari Iqamatul Burhan/Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyyah no. 13, tahun 1405 H, hal. 109)
 Al-Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi Al-Hanbali rahimahullah berkata: “Wajib (bagi setiap muslim, -pen.) untuk beriman kepada semua yang diberitakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan apa yang dinukil secara shahih dari beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik perkara tersebut dapat dilihat mata maupun yang bersifat ghaib. Kami meyakini bahwa semua itu benar dan dapat dipercaya… (hingga perkataan beliau)... di antaranya adalah yang berkaitan dengan tanda-tanda hari kiamat, seperti munculnya Dajjal, turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan akhirnya membunuh Dajjal, munculnya Ya’juj dan Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, keluarnya daabbah, dan lain sebagainya yang telah shahih penukilannya (dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, pen.).” (Lum’atul I’tiqad, lihat syarah Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 101)


Akhir kata, semoga sajian seputar Dajjal dan keberadaannya ini dapat difahami sebaik-baiknya, khususnya poin diskusi pendapat dan tarjihnya. Dengan suatu harapan yang mulia, agar kita semua berpegang teguh dengan Al-Qur`an dan Sunnah Rasul-Nya serta keterangan para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah dalam permasalahan ini, sehingga mempunyai satu kesimpulan yang sama; bahwa keberadaan Dajjal (di akhir zaman) benar adanya, dan segala apa yang ditampilkannya di hadapan umat manusia adalah nyata bukan khayal ataupun sulap.
Wallahu a’lam bish-shawab.

Note Foot :

1 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu no. 2946.
2 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu no. 2947.
3 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu no. 2933 dan Hudzaifah no. 2934.
4 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu no. 2137.
5 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Tamim Ad-Dari radhiyallahu ‘anhu no. 2942.
6 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu no. 2938, Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu no. 2933, dan Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu no. 2934.
7 Sebagaimana riwayat Muslim dari hadits An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu no. 2137.
8 Ini merupakan prinsip yang batil. Karena, kalaulah akal itu lebih utama dari syariat niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan perintahkan kita untuk merujuknya ketika terjadi perselisihan. Namun kenyataannya Allah Subhanahu wa Ta’ala justru memerintahkan kita untuk merujuk kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah, sebagaimana yang terdapat dalam Surat An-Nisa` ayat 59 di atas. Jika akal itu lebih utama dari syariat niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak akan mengutus para rasul pada tiap-tiap umat dalam rangka membimbing mereka menuju jalan yang benar sebagaimana yang terdapat dalam surat An-Nahl ayat 36. Kalaulah akal itu lebih utama dari syariat, lantas akal siapakah yang dijadikan sebagai tolok ukur?! Dan banyak hujjah-hujjah lain yang menunjukkan batilnya kaidah ini. Untuk lebih rincinya lihat kitab Dar`u Ta’arudhil ‘Aqli wan Naqli, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dan kitab Ash-Shawa’iq Al-Mursalah ‘Alal Jahmiyyatil Mu’aththilah, karya Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah.
9 Yakni tidak menemukan solusi dari masalah yang dibahasnya.
10 Lihat keterangan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah tentang ayat ini pada sub judul Diskusi Pendapat (pendapat pertama).


( arshavin menukil dari : http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=530 )

Membongkar Kesesatan Doraemon dan kawan2

Membongkar Kesesatan Doraemon Cs
Penulis: Buletin Jum’at Al-Atsariyyah


Anak-anak ibarat "kertas putih" yang dapat dituliskan apa saja pada dirinya. Pada masa anak-anak, apa saja yang dilihat dan didengar dapat membekas di dalam sanubarinya yang masih polos, jika telah terukir di dalam hatinya, akan tergambar dan tersalurkan jika kelak mereka menjadi dewasa.






Tidak dipungkiri lagi, banyak beredar kisah-kisah menarik yang dikemas sedemikian rupa agar disukai anak-anak; kebanyakannya termasuk kisah-kisah fiktif yang dibumbui dengan cerita-cerita kebohongan, syirik, kebobrokan akhlaq, dan gambar bernyawa.



Walhasil, kita dapat melihat betapa banyak anak-anak muslim yang lebih mengenal tokoh-tokoh fiktif hasil produksi orang-orang kafir daripada mengenal tokoh-tokoh muslim, seperti para sahabat, dan ulama’ Salaf; betapa banyak anak-anak muslim yang menghafal cerita-cerita khurafat dibandingkan kisah-kisah penuh ibroh (pelajaran) yang telah diceritakan dan diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-



Ketika anak-anak bergerombol di depan televisi tak ada satu orang tua pun yang bergeming dan prihatin sikap anak-anaknya. Padahal apabila kita perhatikan, maka nasib anak-anak kita berada dalam kondisi memprihatinkan. Bagaimana tidak, sementara film-film kartun tersebut mengajarkan kepada mereka pelanggaran-pelanggaran syariat Allah dan Rasul-Nya -Shollallahu ‘alaihi wasallam-



Tulisan yang ada di depan Anda ini akan membongkar kesesatan, dan penyimpangan beberapa film kartun yang paling populer di tengah-tengah masyarakat yang menyesatkan dan meninabobokkan cikal bakal umat ini.





Doraemon si Boneka Ajaib


Konon kabarnya, Doraemon bisa pergi menjelajah di masa lalu dan di masa yang akan datang. Katanya, ia dapat mengadakan sesuatu yang belum ada menjadi ada dengan "kantong ajaibnya". Dalam kartun, ia digambarkan sebagai tempat untuk dimintai segala sesuatu yang ghaib oleh temannya. Lihatlah bagaiman film kartun tersebut betul-betul menyimpang dari aqidah.



Segala sesuatu telah ditetapkan waktu dan ajalnya oleh Allah -Ta’ala-. Makhluk tak mampu mengatur waktu, baik itu memajukannya atau mengundurkannya. Makhluk tak akan mampu menyebrang dari zaman kekinian menuju zaman lampau atau sebaliknya.



Allah -Ta’ala- berfirman,



"Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu. Maka apabila telah datang waktunya, mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya". (QS. Al-A’raaf: 34)



Kartun Doraemon telah mengajarkan aqidah (keyakinan) batil dalam benak anak-anak kita tentang adanya makhluk yang memiliki kemampuan yang menyamai Allah -Ta’ala- ; makhluk ini mampu mengadakan segala sesuatu yang belum ada menjadi ada. Padahal telah paten dalam Al-Qur’an dan Sunnah bahwa tak ada makhluk yang mampu melakukan segala sesuatu yang ia kehendaki, karena itu semua ada dalam kekuasaan Allah; itu hanyalah sifat yang dimiliki Allah. Dia berfirman,



"Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya". (QS. Al-Baqoroh:253)



" Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki". (QS.Huud :107)



Tak terasa si Doraemon pun mengajari anak kecil untuk meminta dan berdoa kepada selain Allah dalam perkara yang tak mampu dilakukan oleh seorang makhluk, hanya bisa dilakukan oleh Allah -Ta’ala- . Allah -Azza wa Jalla- berfirman,



"Dan Sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyeru (berdoa) kepada seseorangpun di dalamnya di samping Allah". (QS. Al-Jin:18 ).



Abu Abdillah Al-Qurthubiy-rahimahullah- berkata, "Firman Allah ini adalah celaan bagi orang-orang musyrikin saat mereka berdoa kepada selain Allah di samping Allah di Masjidil Haram. Mujahid berkata, "Dulu orang-orang Yahudi dan Nashrani, jika masuk ke gereja, dan kuil mereka, maka mereka mempersekutukan Allah (dalam beribadah). Maka Allah memerintahkan Nabi-Nya, dan kaum mukminin agar mereka memurnikan doanya hanya kepada Allah, jika mereka masuk ke semua masjid". [Lihat Al-Jami’ li Ahkam Al-Qur’an (19/21)]





Dragon Ball


Cerita ini dalam film ini banyak mengandung unsur kebatilan, seperti adanya penyembahan dewa-dewa seperti Dewa Emperor, Dewa Bumi, Dewa Gunung, Dewa Naga, dan lain-lain. Keyakinan ini seluruhnya berasal dari agama Budha, Hindu dan Shinto yang penuh dengan kebatilan dan kesesatan, sementara Allah hanyalah meridhoi Islam sebagai agama yang benar.



Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imron : 19)



Mufassir ulung, Al-Imam Ibnu Katsir-rahimahullah- berkata, "Firman Allah -Ta’ala- tersebut merupakan pengabaran dari-Nya bahwa tak ada agama di sisi-Nya yang Dia terima dari seorang pun selain Islam, yaitu mengikuti para Rasul dalam perkara yang mereka diutus oleh Allah dengannya dalam setiap zaman sampai mereka (para rasul itu) ditutup dengan Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- yang telah menutup semua jalan menuju kepada-Nya, selain dari arah Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam-. Barangsiapa yang setelah diutusnya Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menemui Allah dengan suatu agama yang tidak berdasarkan syari’atnya, maka agama itu tak akan diterima". [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (1/471)]



Jadi, agama apapun selain Islam, seperti agama Buddha, Hindu, Shinto, dan lainnya, semuanya tak akan diterima oleh Allah, dan pelakunya akan merugi, karena kekafiran dirinya. Allah -Ta’ala- berfirman,







"Barangsiapa mencari agama selain agama islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi". (QS. Ali Imron: 85 )



Seorang Imam Ahli Tafsir, Abul Fadhl Mahmud Al-Alusiy-rahimahullah- berkata dalam menafsirkan ayat ini, "Allah -Ta’ala- menjelaskan bahwa barangsiapa yang–setelah diutusnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memilih selain syari’at beliau, maka agama itu tak akan diterima darinya. Sedangkan diterimanya sesuatu adalah diridhoinya, dan diberikannya balasan bagi pelakunya atas perbuatan itu". [Lihat Ruh Al-Ma’aniy (3/215)]



Jika kita telah mengetahui kebatilan agama selain Islam, maka tak layak bagi kita dan anak-anak kita untuk berbangga, meniru, dan memuji orang-orang kafir itu, dan gaya hidup mereka, apalagi sampai memilih agama mereka sebagai pedoman hidup !! Jauhkanlah anak-anak kita dari orang-orang kafir, jangan sampai mereka bangga dengan orang-orang kafir. Bersihkanlah mulut dan telinga mereka dari istilah-istilah orang-orang kafir, dan paganisme dengan jalan membersihkan rumah kita dari benda pembawa petaka (televisi) yang berisi tayangan yang mendangkalkan, bahkan menghanguskan agama. Kita harus baro’ (berlepas diri) dari orang-orang kafir, dan sembahan-sembahan mereka,



"Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan Dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri daripada kamu dari daripada apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu, dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja". (QS. Al-Mumtahanah: 04).



Ayat ini mengajarkan kepada kita agar punya pendirian terhadap orang-orang kafir. Kita harus tegas dalam menampakkan keyakinan kita. Jangan malah kita yang bangga dan tertipu dengan kekafiran mereka, karena hanya sekedar kemajuan semu yang mereka capai di dunia ini. Allah -Ta’ala- berfirman,



"Janganlah sekali-kali kamu terperdaya oleh kebebasan orang-orang kafir bergerak di dalam negeri-negeri". (QS.Ali Imran : 196).



Imam Para Ahli Tafsir, Abu Ja’far Ath-Thobariy-rahimahullah- berkata, "Allah -Ta’ala Dzikruh- melarang Nabi-Nya -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- agar jangan tertipu dengan bergerak (bebas)nya orang-orang kafir di negeri-negeri, dan penangguhan Allah bagi mereka, padahal mereka berbuat syirik, mengingkari nikmat-nikmat-Nya, dan beribadahnya mereka kepada selain-Nya". [Lihat Jami’ Al-Bayan (3/557)]



Jadi, bebasnya mereka di muka bumi ini, dan majunya mereka dalam segala lini kehidupan jangan membuat kita tertipu dengan mereka, sehingga akhirnya tak lagi mengingkari kekafiran mereka, dan malah memilih sikap toleran bersama mereka dalam urusan agama (aqidah, ibadah, akhlaq, dan lainnya).





Sincan (Simbol Anak Durhaka)


Sincan adalah anak yang sering mendurhakai kedua orang tuanya, dia suka berbohong, mengeluarkan kata-kata yang kurang ajar kepada kedua orang tuanya, dan suka membuat orang tuanya marah dan jengkel. Jadi, jangan heran kalau banyak anak-anak yang meniru watak Sincan tersebut, karena telah terpengaruh oleh cerita kartun tersebut.



Allah -Ta’ala- berfirman,



"Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia". (QS. Al-Isroo’: 23 ).



Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- sebutkan diantara dosa-dosa besar,



"Menyekutukan Allah, durhaka kepada kedua orang tua". Kemudian Beliau -Shollallahu ‘alaihi wasallam- duduk -sebelumnya bersandar- sambil bersabda, "Ingatlah, dan juga perkataan dusta". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2511), Muslim Shohih-nya (87), At-Tirmidziy Sunan-nya (1901), Ahmad Musnad-nya (20401)]



Abu Amr Ibnush Sholah-rahimahullah- berkata, "Mungkin bisa dikatakan, Taat kepada kedua orang tua adalah wajib dalam segala sesuatu yang bukan maksiat; menyelisihi perintah keduanya dalam hal itu adalah kedurhakaan". [Lihat Umdah Al-Qoriy (13/216)]



Jadi, termasuk dosa besar, jika seseorang mencela, membentak, merendahkan orang tuanya. Semua ini adalah bentuk-bentuk durhaka yang terlarang di dalam agama kita yang memiliki aturan yang amat sempurna !!



Inilah beberapa kesesatan film-film kartun tersebut. Namun kesalahan dan kesesatannya, sebenarnya masih banyak. Andaikan waktu dan tempat mencukupi, maka kami akan paparkan secara rinci sesuai tinjauan Al-Qur’an dan Sunnah. Tapi sesuatu yang tak bisa dikerja dominannya, ya jangan ditinggalkan semuanya. Semoga pada waktu yang lain kami akan bahas kembali, Insya Allah.



Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 38 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)



http://almakassari.com/?p=186

Tujuh Keajaiban Dunia

( Bismillaahirrahmaanirrahiim)

Tujuh Keajaiban Dunia.

Tembok Cina, Taaj Mahal,Menara Pisa,Candi Borobudr, Ka’bah, Menara Eiffel, dan Piramida di Mesir, ini adalah semua keajaiban dunia yang selama ini kita kenal.

Namun sebenarnya semua itu belum terlalu ajaib, karena di sana masih ada tujuh keajaiban dunia yang lebih ajaib lagi.

Mungkin para pembaca bertanya-tanya, adakah KEAJAIBAN yang lain,selain daripada ini semua?

Arshavin katakan :

Memang Tujuh Keajaiban lain, yang akan arshavin sajikan di hadapan pembaca sekalian, belum pernah ditayangkan di TV -bahkan tidak akan didapati dimana-, tidak pernah disiarkan di radio-radio dan belum pernah dimuat di media cetak.

Mau tau apakah Tujuh Keajaiban - yang lebih ajaib -dari keajaiban biasa yg sudah kita kenal??

Tujuh keajaiban dunia itu adalah:

1.Hewan Berbicara di Akhir Zaman

Maha suci Allah yang telah membuat segala sesuatunya berbicara sesuai dengan yang Ia kehendaki. Termasuk dari tanda-tanda kekuasaanya adalah ketika terjadi hari kiamat akan muncul hewan melata yang akan berbicara kepada manusia sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an, surah An-Naml ayat 82,

"Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka, kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami".

Mufassir Negeri Syam, Abul Fida’ Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy ( Ibnu Katsir ) berkomentar tentang ayat di atas,

"Hewan ini akan keluar diakhir zaman ketika rusaknya manusia, dan mulai meninggalkan perintah-perintah Allah, dan ketika mereka telah mengganti agama Allah. Maka Allah mengeluarkan ke hadapan mereka hewan bumi. Konon kabarnya, dari Makkah, atau yang lainnya sebagaimana akan datang perinciannya. Hewan ini akan berbicara dengan manusia tentang hal itu".[Lihat Tafsir Ibnu Katsir (3/498)]

Hewan aneh yang berbicara ini akan keluar di akhir zaman sebagai tanda akan datangnya kiamat dalam waktu yang dekat. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

"Sesungguhnya tak akan tegak hari kiamat, sehingga kalian akan melihat sebelumnya 10 tanda-tanda kiamat: Gempa di Timur, gempa di barat, gempa di Jazirah Arab, Asap, Dajjal, hewan bumi, Ya’juj & Ma’juj, terbitnya matahari dari arah barat, dan api yang keluar dari jurang Aden, akan menggiring manusia". [HR. Muslim dalam Shohih-nya (2901), Abu Dawud dalam Sunan-nya (4311), At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (2183), dan Ibnu Majah dalam Sunan-nya (4041)]


2. Pohon Kurma yang Menangis

Adanya pohon kurma yang menangis ini terjadi di zaman Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- , mengapa sampai pohon ini menangis? Kisahnya, Jabir bin Abdillah-radhiyallahu ‘anhu- bertutur,

"Jabir bin Abdillah -radhiyallahu ‘anhu- berkata: "Adalah dahulu Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- berdiri (berkhutbah) di atas sebatang kurma, maka tatkala diletakkan mimbar baginya, kami mendengar sebuah suara seperti suara unta dari pohon kurma tersebut hingga Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- turun kemudian beliau meletakkan tangannya di atas batang pohon kurma tersebut" .[HR.Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (876)]

Ibnu Umar-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

"Dulu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkhuthbah pada batang kurma. Tatkala beliau telah membuat mimbar, maka beliau berpindah ke mimbar itu. Batang korma itu pun merintih. Maka Nabi -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya sambil mengeluskan tangannya pada batang korma itu (untuk menenangkannya)". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (3390), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (505)]


3. Untaian Salam Batu Aneh ( Pelik )

Mungkin kalau seekor burung yang pandai mengucapkan salam adalah perkara yang sering kita jumpai. Tapi bagaimana jika sebuah batu yang mengucapkan salam. Sebagai seorang hamba Allah yang mengimani Rasul-Nya, tentunya dia akan membenarkan seluruh apa yang disampaikan oleh Rasul-Nya, seperti pemberitahuan beliau kepada para sahabatnya bahwa ada sebuah batu di Mekah yang pernah mengucapkan salam kepada beliau sebagaimana dalam sabdanya,

Dari Jabir bin Samurah dia berkata, Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
"Sesungguhnya aku mengetahui sebuah batu di Mekah yang mengucapkan salam kepadaku sebelum aku diutus, sesungguhnya aku mengetahuinya sekarang".[HR.Muslim dalam Shohih-nya (1782)].


4.Pengaduan Seekor Onta

Manusia adalah makhluk yang memiliki perasaan. Dari perasaan itu timbullah rasa cinta dan kasih sayang di antara mereka. Akan tetapi ketahuilah, bukan hanya manusia saja yang memiliki perasaan, bahkan hewan pun memilikinya. Oleh karena itu sangat disesalkan jika ada manusia yang tidak memiliki perasaan yang membuat dirinya lebih rendah daripada hewan. Pernah ada seekor unta yang mengadu kepada Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- mengungkapkan perasaannya.

Abdullah bin Ja’far-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

“Pada suatu hari Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- pernah memboncengku dibelakangnya, kemudian beliau membisikkan tentang sesuatu yang tidak akan kuceritakan kepada seseorang di antara manusia. Sesuatu yang paling beliau senangi untuk dijadikan pelindung untuk buang hajatnya adalah gundukan tanah atau kumpulan batang kurma. lalu beliau masuk kedalam kebun laki-laki Anshar. Tiba tiba ada seekor onta. Tatkala Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melihatnya, maka onta itu merintih dan bercucuran air matanya. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- mendatanginya seraya mengusap dari perutnya sampai ke punuknya dan tulang telinganya, maka tenanglah onta itu. Kemudian beliau bersabda, “Siapakah pemilik onta ini, Onta ini milik siapa?” Lalu datanglah seorang pemuda Anshar seraya berkata, “Onta itu milikku, wahai Rasulullah”.

Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,

“Tidakkah engkau bertakwa kepada Allah dalam binatang ini, yang telah dijadikan sebagai milikmu oleh Allah, karena ia (binatang ini) telah mengadu kepadaku bahwa engkau telah membuatnya letih dan lapar”. [HR. Abu Dawud dalam As-Sunan (1/400), Al-Hakim dalam Al-Mustadrak (2/99-100), Ahmad dalam Al-Musnad (1/204-205), Abu Ya’la dalam Al-Musnad (3/8/1), Al-Baihaqiy dalam Ad-Dala’il (6/26), dan Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyqa (9/28/1). Lihat Ash-Shahihah (20)]


5. Kesaksian Kambing Panggang

Kalau binatang yang masih hidup bisa berbicara adalah perkara yang ajaib, maka tentunya lebih ajaib lagi kalau ada seekor kambing panggang yang berbicara. Ini memang aneh, akan tetapi nyata. Kisah kambing panggang yang berbicara ini terdapat dalam hadits berikut:

Abu Hurairah-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

"Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam- menerima hadiah, dan tak mau makan shodaqoh. Maka ada seorang wanita Yahudi di Khoibar yang menghadiahkan kepada beliau kambing panggang yang telah diberi racun. Lalu Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pun memakan sebagian kambing itu, dan kaum (sahabat) juga makan. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Angkatlah tangan kalian, karena kambing panggang ini mengabarkan kepadaku bahwa dia beracun".

Lalu meninggallah Bisyr bin Al-Baro’ bin MA’rur Al-Anshoriy. Maka Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengirim (utusan membawa surat),

"Apa yang mendorongmu untuk melakukan hal itu?" Wanita itu menjawab, "Jika engkau adalah seorang nabi, maka apa yang aku telah lakukan tak akan membahayakan dirimu. Jika engkau adalah seorang raja, maka aku telah melepaskan manusia darimu".

Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memerintahkan untuk membunuh wanita itu, maka ia pun dibunuh. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda ketika beliau sakit yang menyebabkan kematian beliau,
"Senantiasa aku merasakan sakit akibat makanan yang telah aku makan ketika di Khoibar. Inilah saatnya urat nadi leherku terputus".
[HR. Abu Dawud dalam Sunan-nya (4512). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shohih Sunan Abi Dawud (hal.813), dengan tahqiq Masyhur Hasan Salman]

6. Batu yang Berbicara

Setelah kita mengetahu adanya batu yang mengucapkan salam, maka keajaiban selanjutnya adalah adanya batu yang berbicara di akhir zaman. Jika kita pikirkan, maka terasa aneh, tapi demikianlah seorang muslim harus mengimani seluruh berita yang disampaikan oleh Rasulullah -Shollallahu ‘alaihi wasallam-, baik yang masuk akal, atau tidak. Karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tidaklah pernah berbicara sesuai hawa nafsunya, bahkan beliau berbicara sesuai tuntunan wahyu dari Allah Yang Mengetahui segala perkara ghaib.

Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

"Kalian akan memerangi orang-orang Yahudi sehingga seorang diantara mereka bersembunyi di balik batu. Maka batu itu berkata, "Wahai hamba Allah, Inilah si Yahudi di belakangku, maka bunuhlah ia". [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (2767), dan Muslim dalam Shohih-nya (2922)]


Al-Hafizh Ibnu Hajar-rahimahullah- berkata, "Dalam hadits ini terdapat tanda-tanda dekatnya hari kiamat, berupa berbicaranya benda-benda mati, pohon, dan batu. Lahiriahnya hadits ini (menunjukkan) bahwa benda-benda itu berbicara secara hakikat".[Lihat Fathul Bari (6/610)]

7. Semut Memberi Komando

Mungkin kita pernah mendengar cerita fiktif tentang hewan-hewan yang berbicara dengan hewan yang lain. Semua itu hanyalah cerita fiktif belaka alias omong kosong. Tapi ketahuilah wahai para pembaca, sesungguhnya adanya hewan yang berbicara kepada hewan yang lain, bahkan memberi komando, layaknya seorang komandan pasukan yang memberikan perintah. Hewan yang memberi komando tersebut adalah semut. Kisah ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Qur’an,

"Dan Sulaiman Telah mewarisi Daud, dan dia berkata: "Hai manusia, kami Telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya (semua) Ini benar-benar suatu kurnia yang nyata".Dan dihimpunkan untuk Sulaiman tentaranya dari jin, manusia dan burung lalu mereka itu diatur dengan tertib (dalam barisan). Hingga apabila mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut: Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa Karena (mendengar) perkataan semut itu. dan dia berdoa: "Ya Tuhanku berilah Aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat mu yang Telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah Aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh".
(QS.An-Naml: 16-19).



Inilah beberapa perkara yang lebih layak dijadikan "Tujuh Keajaiban Dunia" yang menghebohkan, dan mencengangkan seluruh manusia.

Orang-orang beriman telah lama meyakini dan mengimani perkara-perkara ini sejak zaman Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- sampai sekarang. Namun memang kebanyakan manusia tidak mengetahui perkara-perkara itu.

Oleh karena itu, kami mengangkat hal itu untuk mengingatkan kembali, dan menanamkan aqidah yang kokoh di hati kaum muslimin.

Sesungguhnya hanya kepada Allah lah tempat orang2 mukmin berserah diri.Wallahu Al-musta'an.

***

مفرداتنا Mufrodaatuna ( Kosakata Kita,, by: Arshavin_08 )

النمل an-namlu : semut

مفسِّر mufassir : juru tafsir, orang yg mempunyai pengetahuan dalam bidang
ilmu pentafsiran al-Qur'an

القرآن al-Qur'an : Kalamullah,, Firman Allah 'Azza Wa Jalla,yg diturunkan kepada
penutup segala Nabi dan Rasul,yaitu Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-

نبيّ Nabi : seorang yg ma'sum (terlepas dari dosa dan kesilapan) yg diperintahkan
oleh Allah untuk menyampaikan dakwah tauhid kepada Kaum nya, yang MENGIKUTI
ajaran dan syari'at Nabi2 sebelumnya.

رسول Rasul : Utusan yang diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan dakwah tauhid
kepada manusia, yang DISERTAI dengan SYARI"AT DAN AJARAN YANG BARU.]
( Setiap Rasul SUDAH PASTI -ialah - Nabi,, tetapi sebaliknya, Nabi BUKANLAH
Rasul,karena ia tidak membawa Syari'at yang baru )

المستعان Al-Musta'an : yang dimintai pertolongan

***

( Arshavin_08 menukil artikel tsb daripada http://www.darussalaf.or.id/ , dengan sedikit edit yg tidak merubah maksud asal penulisnya )

Credit to :

( Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 46 Tahun I. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)

Apakah Sekedar Mengucapkan Syahadah itu Sudah Termasuk Muslim ???

Label : Akidah
_______________

Penulis: Syaikh Sholih bin Fauzan hafizhohullah

Pertanyaan : Syahadah Laa Ilaha illallah adalah kunci dan pokok yang paling mendasar dari agama Islam. Apakah orang yang sekedar mengucapkannya walaupun tanpa ada amalan sudah termasuk ke dalam kaum muslimin ? Dan apakah agama-agama yang turun dari langit (Yahudi dan Nashara) –selain agama islam yang dibawa oleh Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- juga datang dengan pokok yang sangat mendasar ini ?

Jawab :
“Barangsiapa yang bersaksi bahwa Laa Ilaha illallah (Tiada sembahan yang berhak disembah selain Allah) dan bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, maka dia dihukumi sebagai muslim dan terjaga darahnya. Jika dia beramal dengan konsekuensinya secara zhohir dan batin maka ini adalah muslim yang sebenarnya, baginya kabar gembira di kehidupan dan akhirat.

Jika dia beramal dengan konsekuensinya secara zhohir saja maka dia dihukumi sebagai muslim secara zhohir dan diperlakukan dengan perlakuan muslim, adapun secara batin dia adalah munafik, Allah yang menangani hisabnya. Dan jika dia tidak beramal dengan konsekuensi Laa Ilaha illallah dan mencukupkan diri dengan sekedar mengucapkannya atau bahkan mengamalkan kebalikannya maka dia dihukumi sebagai murtad dan diperlakukan dengan perlakuan orang-orang yang murtad.

Dan jika dia mengamalkan konsekuensinya pada sebagian perkara tidak pada sebagian yang lain, maka dilihat : jika yang dia tinggalkan adalah amalan yang kalau ditinggalkan menyebabkan murtad maka dia dihukumi sebagai murtad, seperti orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja atau yang memalingkan sesuatu dari jenis-jenis ibadah kepada selain Allah. Dan jika yang dia tinggalkan adalah amalan yang kalau ditinggalkan tidak menyebabkan dia murtad maka dia tetap dianggap sebagai seorang mu`min yang kurang keimanannya disesuaikan dengan amalan yang dia tinggalkan, seperti para pelaku dosa-dosa di bawah kesyirikan.

Dan hukum terperinci ini di bawa oleh seluruh syari’at yang datang dari langit”.

Sumber : Jurnal Al-Atsariyyah Vol. 01/Th01/2006
http://almakassari.com/?p=86

Tauhid : " Janganlah kamu mati,melainkan dalam keadaan Islam "

HAKIKAT TAUHID DAN KEDUDUKANNYA
Tingkat pembahasan: Dasar

Tauhid, sebuah kata yang tidak asing lagi bagi kita, khususnya kaum muslimin. Karena pada umumnya kita menginginkan atau bahkan telah mengaku sebagai seorang yang bertauhid. Disamping itu, kata ‘tauhid’ ini sangat sering disampaikan oleh para penceramah baik pada waktu khutbah atau pengajian-pengajian. Akan tetapi bisa jadi masih banyak orang yang belum memahami hakikat dan kedudukan tauhid ini bagi kehidupan manusia, bahkan bagi yang telah merasa bertauhid sekalipun.

Berangkat dari banyaknya pemahaman orang yang telah kabur tentang hakikat tauhid dan lupa akan kedudukannya yang begitu tinggi maka penjelasan yang gamblang tentang masalah ini sangat penting untuk disampaikan. Dan karena permasalahan tauhid merupakan permasalahan agama maka penjelasannya tidak boleh lepas dari sumber ilmu agama yaitu Al Quran dan As Sunnah dengan merujuk kepada penjelasan ahlinya, yaitu para ulama.


Pengertian Tauhid dan Macam-Macamnya

1. Pengertian Tauhid

Para ulama Aqidah mendefinisikan (-memberikan pengertian-, Arshavin )tauhid sebagai berikut:
TAUHID adalah keyakinan tentang keesaan Allah subhanahu wa ta’ala dalam rububiyah-Nya, mengikhlaskan ibadah hanya kepada-Nya serta menetapkan nama-nama dan sifat-sifat kesempurnaan bagi-Nya. Dengan demikian maka biasa dikatakan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu:
Tauhid Rububiyah , Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Asma dan Sifat.

Kesimpulan ini diambil oleh para ulama setelah mereka meneliti dalil-dalil Al Quran dan hadits yang terkait dengan keesaan Allah subhanahu wa ta’ala. Untuk lebih jelasnya akan dijabarkan dibawah ini masing-masing tauhid tersebut.

(Lihat Aqidatu Tauhid Syaikh Sholih Al Fauzan Hal. 15-16).


2. Macam-Macam Tauhid

a. TAUHID RUBUBIYAH

Tauhid Rububiyah adalah keyakinan tentang keesaan Allah taala di dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Yaitu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya:

- Pencipta seluruh makhluk.

اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ

"Allah menciptakan segala sesuatu dan Allah memelihara segala sesuatu." (QS. Az Zumar: 62)

- Pemberi rizki kepada seluruh manusia dan makhluk lainnya.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا

"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah lah yang memberi rezekinya…" (QS. Hud: 6)

- Penguasa dan pengatur segala urusan alam, yang meninggikan lagi menghinakan, menghidupkan lagi mematikan, memperjalankan malam dan siang dan yang maha kuasa atas segala sesuatu.

قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ . تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ .

"Katakanlah: Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan,engkau berikan kerajaan kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau cabut kerajaan dari orang yang engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan engkau hinakan orang yang engkau kehendaki. Di tangan engkaulah segala kebijakan. Sesungguhnya engkau maha kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukan malam kedalam siang dan engkau masukan siang kedalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati dan engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan engkau beri rizki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas)." (QS. Ali Imron: 26 -27). (Lihat Aqidatu Tauhid hal 16-17).


Dengan demikian Tauhid Rububiyah mencakup keimanan kepada tiga hal yaitu:

1. Beriman kepada perbuatan–perbuatan Allah secara umum seperti mencipta, memberi rizki, menghidupkan dan mematikan dan lain-lain.
2. Beriman kepada qodho dan qodar Allah.
3. Beriman kepada keesaan Zat-Nya.

(Referensi Rujukan,, Silahkan pembaca melihat ke : Al Madkhol li dirosatil Aqidah Islamiyah, Ibrahim bin Muhammad Al Buraikan hal 87).

b. TAUHID ASMA' DAN SIFAT ( Yaitu, Beriman akan Nama2 dan Sifat_Nya, yang sesuai dengan Keagungan_Nya dan Kebesaran_Nya Azza Wa Jalla, Arshavin )

Tauhid ASMA' dan SIFAT adalah Keyakinan tentang keesaan Allah subhanahu wa ta’ala dalam nama dan sifat-Nya yang terdapat dalam Al Quran dan Al Hadits dilengkapi dengan mengimani makna-maknanya dan hukum-hukumnya.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا

"Hanya milik Allah Asmaul Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmaul Husna itu." (QS. Al A'rof: 180)

قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمَنَ أَيّاً مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْمَاءُ الْحُسْنَى

"Katakanlah: Serulah Allah atau serulah Ar Rahman. Dengan Nama yang mana saja kamu seru, dia mempunyai Al Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik).” (QS. Al Isro: 110)

لِلَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ مَثَلُ السَّوْءِ وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَى

"Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi." (QS. An Nahl: 60)

وَلَهُ الْمَثَلُ الْأَعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

"Dan bagi-Nya lah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi." (QS. Ar Rum: 27). (Lihat Mu'taqod Ahlu Sunnah Wal Jama'ah fi Tauhidil Asma wa Sifat, DR. Muhammad bin Kholifah At Tamimi hal 31-34).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam tauhid Asma dan Sifat adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan semua nama dan sifat tidak menafikan dan menolaknya.
2. Tidak melampaui batas dengan menamai atau mensifati Allah di luar yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
3. Tidak menyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk-Nya.
4. Tidak mencari tahu tentang hakikat bentuk sifat-sifat Allah.
5. Beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntutan asma dan sifat-Nya.
(Lihat Mu'taqod hal 40-41).

Kedua macam tauhid di atas termasuk dalam satu pembahasan yaitu tentang keyakinan atau pengenalan tentang Allah.
Oleh karena itu kedua macam tauhid tersebut biasa disatukan pembahasannya dengan nama TAUHID MA"RIFAH DAN ITSBAT(pengenalan dan penetapan).
(Lihat Al Madkhol hal 93).

Pada dasarnya fitrah manusia beriman dan bertauhid ma’rifah dan itsbat. Oleh karena itu orang-orang musyrik dan kafir yang dihadapi oleh para Rasul tidak mengingkari hal ini.
Dalilnya adalah firman Allah:

قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ

قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ

“Katakanlah: ‘Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya ‘Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab, ‘kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘Maka apakah kamu tidak bertaqwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab, ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS. Al Mu'minun: 86-89)


قَالَتْ رُسُلُهُمْ أَفِي اللَّهِ شَكٌّ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ

"Berkata rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, pencipta langit dan bumi?’” (QS. Ibrahim: 10)


Kalaulah ada manusia yang mengingkari Rububiyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah, itu hanyalah KESOMBONGAN LISANNYA yang pada hakikatnya hatinya mengingkari apa yang diucapkan oleh lisannya. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada FIR'AUN dan PARA PEMBELA DAN PENYOKONGNYA.


قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ هَؤُلاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِرَ وَإِنِّي لَأَظُنُّكَ يَا فِرْعَوْنُ مَثْبُوراً

"Musa menjawab: Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu'jizat-mu'jizat itu kecuali Tuhan yang Maha memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata, dan sesungguhnya aku mengira kamu, hai Firaun seorang yang akan binasa." (QS. Al Isra: 102).


وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْماً وَعُلُوّاً فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ َ

"Dan mereka mengingkarinya karena kedholiman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran) nya." (QS. An Naml: 14)


Demikian juga pengingkaran orang-orang KOMUNIS -seperti saat- dewasa ini, HANYALAH kesombongan Zhohir SEMATA-MATA,, walaupun batinnya pasti mengakui bahwa tiada sesuatu yang ada kecuali ada yang mengadakan -menciptakannya,arshavin- dan tidak ada satu kejadianpun kecuali ada yang berbuat.


أَمْ خُلِقُوا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُونَ

أَمْ خَلَقُوا السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ بَلْ لا يُوقِنُونَ

"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah merekalah yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." (QS. At Thur: 35-36).

(Silahkan pembaca melihat Reference nya ke Kitab : Aqidatu Tauhid hal 17-18).


c. TAUHID ULUHIYAH

Tauhid Uluhiyah adalah mengesakan Allah dalam tujuan perbuatan-perbuatan hamba yang dilakukan dalam rangka taqorub dan ibadah seperti berdoa, bernadzar, menyembelih kurban, bertawakal, bertaubat, dan lain-lain.

وَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ لا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ

"Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang." (QS. Al Baqoroh: 163)

وَقَالَ اللَّهُ لا تَتَّخِذُوا إِلَهَيْنِ اثْنَيْنِ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَإِيَّايَ فَارْهَبُونِ

"Allah berfirman: Janganlah kamu menyembah dua tuhan. Sesungguhnya Dialah Tuhan Yang Maha Esa, maka hendaklah kepada-Ku saja kamu takut." (QS. An Nahl: 51)

وَمَنْ يَدْعُ مَعَ اللَّهِ إِلَهاً آخَرَ لا بُرْهَانَ لَهُ بِهِ فَإِنَّمَا حِسَابُهُ عِنْدَ رَبِّهِ إِنَّهُ لا يُفْلِحُ الْكَافِرُونَ

"Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain disamping Allah, padahal tidak ada sesuatu dalilpun baginya tentang itu maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Tuhan-Nya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir tiada beruntung." (QS. Al Mu’minun: 117). (Lihat Aqidatu tauhid hal 36, Fathul Majid hal 15)


TAUHID INI LAH, yang dituntut harus ditunaikan oleh setiap hamba sesuai dengan kehendak Allah sebagai konsekuensi dari pengakuan mereka tentang Rububiyah dan kesempurnaan nama dan sifat Allah. Kemurnian Tauhid Uluhiyah akan didapatkan dengan mewujudkan dua hal mendasar yaitu:

1. Seluruh ibadah hanya diperuntukkan kepada Allah bukan kepada yang lainnya.
2 Dalam pelaksanaan ibadah tersebut harus sesuai dengan perintah dan larangan Allah. (Lihat Al Madkhol hal 94).



KETIGA MACAM JENIS TAUHID DIATAS,,memiliki hubungan yang tidak bisa dipisahkan, dimana keimanan seseorang kepada Allah tidak akan utuh sehingga terkumpul pada dirinya ketiga macam tauhid tersebut. Tauhid Rububiyah seseorang tak berguna sehingga dia bertauhid Uluhiyah dan Tauhid Rububiyah, serta Tauhid Uluhiyah seseorang tak lurus sehingga dia bertauhid asma dan sifat. Singkatnya, mengenal Allah tak berguna sampai seorang hamba beribadah hanya kepada-Nya. Dan beribadah kepada Allah tidak akan terwujud tanpa mengenal Allah. (Lihat Mu'taqod hal 47)


KEDUDUKAN TAUHID DALAM ISLAM

Karena pada dasarnya manusia telah mengenal Allah meski secara global, maka para Rasul utusan Allah diutus bukan untuk memperkenalkan tentang Allah semata.
Namun hakikat dakwah para Rasul adalah untuk menuntut mereka agar beribadah hanya kepada-Nya.
Dengan demikian materi dakwah para rasul adalah Tauhid Uluhiyah. Oleh karena itu istilah tauhid tatkala disebutkan secara bebas (tanpa diberi keterangan lain) maka ia lebih mengacu kepada Tauhid Uluhiyah.
Dalam kehidupan manusia tauhid memiliki kedudukan yang sangat tinggi di antaranya sebagai berikut:

1. Hakikat tujuan penciptaan jin dan manusia.

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka (hanyalah) menyembah–Ku." (QS. Adz Dzariyat: 56)

Ibnu Abbas menyatakan bahwa perintah menyembah/ibadah dalam firman Allah adalah perintah untuk bertauhid.


2. Hakikat tujuan pengutusan para rasul dan materi dakwah mereka.

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Toghut (sesembahan selain Allah) itu." (QS. An Nahl: 36)

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

"Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku." (QS. Al Anbiya: 25)


3. Kewajiban pertama bagi manusia dewasa lagi berakal.

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ

"Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tua ibu bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu." (QS. An Nisa: 36)

Di dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk bertauhid terlebih dulu sebelum memerintahkan yang lainnya.


فَاعْلَمْ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ ْ

"Maka ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan Allah, dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan." (QS. Muhammad: 19)

Di dalam ayat tersebut Allah memerintahkan untuk bertauhid dahulu sebelum beramal.


4. Pelanggaran tauhid yaitu SYIRIK adalah keharaman yang terbesar.

قُلْ تَعَالَوْا أَتْلُ مَا حَرَّمَ رَبُّكُمْ عَلَيْكُمْ أَلَّا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئاً وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَاناً

"Katakanlah: Marilah kubacakan apakah yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu, yaitu: Janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan dia, berbuat baiklah terhadap dua orang ibu bapak……" (QS. Al Anam: 151)

Allah mendahulukan penyebutan keharaman syirik sebelum yang lainya karena keharaman syirik adalah yang terbesar.


5. Materi dakwah yang pertama kali harus diserukan Ketika Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam mengutus Muadz Bin Jabal ke Yaman.

Beliau shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّكَ تَأْتِيْ قَوْماً مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوْهُمْ إِلَيْهِ شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ـ وَفِيْ رِوَايَةٍ: إِلىَ أَنْ يُوَحِّدُوْا اللهَ


"Sungguh kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab maka hendaklah dakwah yang pertama kali kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat Lailaha Illallah-dalam riwayat lain disebutkan: ‘Supaya mereka mentauhidkan Allah’." (HR. Bukhori dan Muslim).

(Lihat Kitab At-Tauhid, Syaikh Muhammad At Tamimi bab I, Aqidatu Tauhid hal 36-37)



Demikianlah,sekilas pandang mengenai HAKIKAT TAUHID DAN KEDUDUKANNYA.Semoga tatkala kita mengetahui demikian agungnya kedudukan tauhid dalam kehidupan manusia maka hal itu menjadi pemacu bagi kita supaya mengetahui lebih jauh dan rinci tentang tauhid.

Hal ini agar tauhid TIDAK HANYA sebagai PENGAKUAN BELAKA, namun betul-betul terukir dan terpatri p dalam diri kita baik secara zhohir maupun bathin,Insya Allah. Semoga Allah memudahkan bagi kita semua untuk menempuh jalan ini.
Allaahumma Aamiin.

***

Al-Mufrodaat @ Vocabularies ( Kosakata, by : Arshavin )

التوحيد at-tauhid : peng Esa an
حقيقة hakikat : realiti
علماء 'ulama: bentuk plural atau jama' dari perkataan عالم 'alim,yg bermaksud orang yg mempunyai pengetahuan yg luas tentang agama
مخلوق makhluk : ciptaan
أسماء asmaa' : bentuk plural dari الاسم ism, yg berarti Nama, asmaa' : Nama2
الحسنى al-husna : Yang baik,, Asmaa' Al-Husna,yaitu Nama2 yg Baik bg Allah 'Azza Wa jalla
معرفة ma'rifah : pengenalan,pengetahuan
إثبات itsbat : penetapan ( seperti hukum,dan lain2)
لا إله إلاّ الله : kalimat tauhid, yang berarti : Tidak ada Tuhan Yang Berhak Untuk Disembah melainkan Allah
يد yadun ; tangan,, يد الله : yadullaahi, berarti Tangan Allah,,merupakan salah satu dari Sifat2_Nya Jalla Wa'ala,yang Sesuai dengan Kebesaran dan Keagungan-NYa,,yg BERBEDA dengan sekalian makhluk_Nya, yang wajib ber-iman akan nya ( -yaitu iman akan adanya tangan bagi Allah- )Beriman tanpa PENTAHRIFAN (- di ubah maknanya-),tanpa PENAKWILAN,serta tanpa Takyif (yaitu,Menanyakan ttg BAGAIMANA nya tangan Allah tsb- )
( sILAHKAN PEMBACA rUJUK tAUHID aSMAA' DAN sIFAAT )
tanpa Tamtsiil(-Diserupakan dengan Makhluk-)

النفي an-nafyu : penafian,peniadaan
الشرك syirik : menyekutukan Allah,suatu dosa yang akan menyebabkan pelaku nya Kekal di Neraka tuk selam2nya ( semoga Allah melindungi dan menjauhkan kita dari pada nya- )

كتاب kitaab : buku

***
( Artikel ini diambil oleh arshavin dari http://bukhari.or.id/content/view/14/30/,dengan sedikit edit penyusunan - tanpa merubah maksud asal penulis nya -)

Credit to : Ust. Abu Isa Abdullah bin Salam ( Penulis asal )

Friday, July 04, 2008

Penghargaan Islam Terhadap Wanita

Jum'at, 20 Juni 2008 - 02:38:54, Penulis : Al-Ustadzah Ummu Ishaq Al-Atsariyyah
Kategori : Niswah ( wanita )




Telah berulang-ulang kita singgung tentang penghargaan Islam terhadap kaum wanita. Namun masih saja ada permasalahan yang tertinggal, tak sempat diangkat karena keterbatasan yang ada. Karenanya tidak ada salahnya kita kembali berbicara tentang hal tersebut.

Beberapa bukti yang menunjukkan penghargaan terhadap wanita dalam Islam kita dapati dalam beberapa peristiwa di bawah ini:

1. Dikabulkannya jaminan perlindungan yang diberikan seorang wanita
Hal ini tampak dalam kisah Ummu Hani` bintu Abi Thalib radhiyallahu ‘anha ketika Fathu Makkah, saat ia memberikan perlindungan kepada mertuanya dan seorang lelaki dari kalangan kerabatnya, padahal dua orang ini telah diputuskan untuk dibunuh.

Ummu Hani radhiyallahu ‘anha berkisah:

ذَهَبْتُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَامَ الْفَتْحِ، فَوَجَدْتُهُ يَغْتَسِلُ وَفَاطِمَةُ ابْنَتُهُ تَسْتُرُهُ. قاَلَتْ: فَسَلَّمْتُ عَلَيْهِ، فَقَالَ: مَنْ هذِهِ؟ فَقُلْتُ: أُمُّ هَانِئٍ بِنْتُ أَبِي طَالِبٍ. فَقَالَ: مَرْحَبًا بِأُمِّ هَانِئٍ. فَلَمَّا فَرَغَ مِنْ غُسْلِهِ قَامَ فَصَلَّى ثَمَانِيَ رَكَعَاتٍ مُلْتَحِفًا فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ. فَلَمَّ انْصَرَفَ قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، زَعَمَ ابْنُ أُمِّي أَنَّهُ قَاتِلٌ رَجُلاً قَدْ أَجَرْتُهُ، فُلاَنَ ابْنَ هُبَيْرَةَ. فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: قَدْ أََجَرْنَا مَنْ أََجَرْتِ يَا أُمَّ هَانِىءٍ. قَالَتْ أُمُّ هَانِئٍ: ذَاكَ ضُحًى.

“Aku pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada tahun terjadinya Fathu Makkah. Aku dapati beliau sedang mandi dalam keadaan ditutupi kain oleh putri beliau Fathimah. Aku mengucapkan salam kepada beliau. “Siapa ini yang datang?” tanya beliau dari belakang kain yang menutupi beliau.

“Saya Ummu Hani` bintu Abi Thalib,” jawabku.
“Marhaban, Ummu` Hani!” sambut beliau.
Selesai dari mandinya, beliau mengerjakan shalat sunnah 8 rakaat dalam keadaan berselimut1 dengan satu kain. Selesai dari shalatnya, aku berkata, “Wahai Rasulullah, anak ibuku2 mengaku akan membunuh seseorang yang telah aku berikan jaminan perlindungan, yaitu Fulan putra Hubairah.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sungguh kami memberikan perlindungan untuk orang yang engkau berikan perlindungan, wahai Ummu Hani.” Kata Ummu Hani, “Ketika itu waktu Dhuha.” (HR. Al-Bukhari no. 357 dan Muslim no. 1666)3



Begitu pula yang terjadi pada Zainab radhiyallahu ‘anha putri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika suaminya yang belum berislam (4),
Abul ‘Ash ibnur Rabi’, hendak ditawan oleh kaum muslimin di Madinah bersama dengan tawanan-tawanan lainnya dan hartanya dijadikan sebagai rampasan perang (5),
si suami ini memohon jaminan keamanan dan perlindungan kepada Zainab. Zainab pun menjanjikan kebaikan dan menanti hingga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai menunaikan shalat Shubuh bersama kaum muslimin. Kemudian Zainab berdiri di pintu rumahnya dekat masjid seraya berseru dengan suara yang tinggi, “Sungguh aku telah memberikan jaminan keamanan dan perlindungan kepada Abul ‘Ash ibnur Rabi’.”

Mendengar seruan putrinya, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai sekalian manusia! Apakah kalian mendengar apa yang telah aku dengar?”
Mereka menjawab, “Iya.”

Beliau lalu bersabda, “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sebelumnya aku tidak mengetahui apa-apa hingga aku mendengar apa yang telah kalian dengar.” Kemudian beliau menyatakan, “Sungguh kami telah memberikan perlindungan kepada orang yang dilindungi oleh Zainab.”

Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke rumah beliau, Zainab menyusul ayahnya dan memohon kepada beliau agar harta yang diambil dari Abul ‘Ash dikembalikan kepada Abul ‘Ash, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengabulkan. Maka seluruh harta yang dibawa Abul ‘Ash kembali ke tangannya tanpa berkurang sedikit pun. Segera dia membawa harta itu kembali ke Makkah dan mengembalikan setiap harta titipan penduduk Makkah kepada pemiliknya. Lalu dia bertanya, “Apakah masih ada di antara kalian yang belum mengambil kembali hartanya?”

Mereka menjawab, “Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan balasan yang baik padamu. Engkau benar-benar seorang yang mulia dan memenuhi janji.” Setelahnya Abul ‘Ash menegaskan, “Sesungguhnya aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya! Demi Allah, tidak ada yang menahanku untuk masuk Islam saat itu, kecuali aku khawatir kalian menyangka bahwa aku memakan harta kalian. Sekarang setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala tunaikan harta itu kepada kalian masing-masing, aku menyatakan masuk Islam.”

Abul ‘Ash bergegas meninggalkan Makkah menuju Madinah, hingga bertemu dengan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan Islam. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mengumpulkannya kembali dengan istrinya Zainab dengan pernikahan yang awal (6).

(Siyar A’lamin Nubala` 1/333-334, Al-Ishabah 7/207-208)


2. Haram membunuh wanita dalam peperangan

Bila pasukan muslimin berperang dengan musuhnya maka diharamkan membunuh wanita, anak-anak, dan laki-laki yang sudah tua, terkecuali bila mereka turut serta dalam peperangan di barisan lawan. Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma mengabarkan:
وُجِدَتِ امْرَأَةٌ مَقْتُوْلَةً فِي بَعْضِ مَغَازِي رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم، فَنَهَى رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ قَتْلِ النِّسَاءِ وَالصِّبْيَانِ. وَفِي رِوَايَةٍ: فَأَنْكَرَ


“Didapatkan ada seorang wanita yang terbunuh dalam sebagian peperangan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka beliau melarang membunuh wanita dan anak-anak.” Dalam satu riwayat: maka beliau mengingkarinya. (HR. Al-Bukhari no. 3014 dan Muslim no. 4523)


Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata, “Ulama sepakat mengamalkan hadits ini dalam masalah tidak bolehnya membunuh wanita dan anak-anak bila mereka tidak turut berperang. Namun ulama berbeda pendapat bila mereka (wanita dan anak-anak ini) ikut berperang. Jumhur ulama secara keseluruhan berpendapat bila mereka ikut berperang maka mereka dibunuh.” (Ikmalul Mu’lim bi Fawa`id Muslim, 6/48)


Hanzhalah Al-Katib berkata, “Kami berperang bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kami melewati seorang wanita yang terbunuh yang tengah dikerumuni oleh manusia. Mengetahui hal itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا كَانَتْ هذِهِ تُقَاتِلُ فِيْمَنْ يُقَاتِلُ. ثُمَّ قَالَ لِرَجُلٍ: انْطَلِقْ إِلَى خَالِدٍ ابْنِ الْوَلِيْدِ فَقُلْ لَهُ: إِنَّ رَسُوْلَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَأْمُرُكَ، يَقُوْلُ: لاَ تَقْتُلَنَّ ذُرِّيَّةً وَلاَ عَسِيْفًا
“Wanita ini tidak turut berperang di antara orang-orang yang berperang.” Kemudian beliau berkata kepada seseorang, “Pergilah engkau menemui Khalid ibnul Walid7, katakan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkanmu agar jangan sekali-kali engkau membunuh anak-anak dan pekerja/orang upahan.”
(HR. Ibnu Majah no. 2842, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dalam Ash-Shahihah no. 701)


3. Peringatan dari menyebarkan berita jelek berkenaan dengan seorang wanita muslimah yang menjaga kehormatannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ ثُمَّ لَمْ يَأْتُوا بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَاجْلِدُوهُمْ ثَمَانِينَ جَلْدَةً وَلاَ تَقْبَلُوا لَهُمْ شَهَادَةً أَبَدًا وَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik berbuat zina dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka cambuklah mereka yang menuduh itu sebanyak delapan puluh kali cambukan dan janganlah kalian menerima kesaksian mereka untuk selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 4)


Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu wa Ta’ala menetapkan hukuman 80 kali cambukan bagi orang yang menuduh seorang muslimah dengan tuduhan yang keji, sementara ia tidak bisa mendatangkan empat orang saksi. Tidak cukup sampai di situ. Orang tersebut tidak boleh lagi diterima persaksiannya selama-lamanya, kemudian ia disifati dengan kefasikan.


Tidak cukup sampai di situ hukuman yang diterima. Allah Subhanahu wa Ta’ala bahkan memberikan ancaman yang lebih keras dalam firman-Nya:
إِنَّ الَّذِينَ يَرْمُونَ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ لُعِنُوا فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَلَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ. يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik, yang tidak pernah berpikir berbuat keji lagi beriman dengan tuduhan zina, mereka akan terkena laknat di dunia dan di akhirat, dan bagi mereka azab yang besar, pada hari ketika lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (An-Nur: 23-24)


Ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha dituduh berzina oleh orang-orang munafik, Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan ayat-ayat-Nya yang panjang dari atas langit ketujuh, yang terus dibaca sampai hari ini, untuk memberikan pembelaan kepada istri Nabi-Nya yang mulia, seorang wanita muslimah yang menjaga kehormatan dirinya.

إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ لاَ تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ اْلإِثْمِ وَالَّذِي تَوَلَّى كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ. لَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَذَا إِفْكٌ مُبِينٌ. لَوْلاَ جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَئِكَ عِنْدَ اللهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ. وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ. إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللهِ عَظِيمٌ. وَلَوْلاَ إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَذَا سُبْحَانَكَ هَذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ. يَعِظُكُمَ اللهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ. وَيُبَيِّنُ اللهُ لَكُمُ اْلآيَاتِ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ. إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَاْلآخِرَةِ وَاللهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ. وَلَوْلاَ فَضْلُ اللهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ


“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kalian juga. Janganlah kalian mengira bahwa berita bohong itu buruk bagi kalian bahkan ia adalah baik (akibatnya) bagi kalian. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. Mengapa di waktu kalian mendengar berita bohong tersebut, orang-orang mukmin dan mukminah tidak berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri dan mengapa mereka tidak berkata, ‘Ini adalah sebuah berita bohong yang nyata.’ Mengapa mereka yang menuduh itu tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong tersebut? Oleh karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi maka mereka itu di sisi Allah adalah orang-orang yang dusta. Sekiranya tidak ada karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian semua di dunia dan di akhirat, niscaya kalian telah ditimpa azab yang besar karena pembicaraan kalian tentang berita bohong itu. Ingatlah di waktu kalian menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kalian katakan dengan mulut kalian apa yang tidak kalian ketahui sedikitpun dan kalian menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal di sisi Allah ucapan itu besar. Dan mengapa kalian tidak berkata, di waktu mendengar berita bohong itu, “Sekali-kali tidaklah pantas bagi kita membicarakan hal ini. Maha Suci Engkau, wahai Rabb kami, ini adalah dusta yang besar.” Allah memperingatkan kalian agar jangan kembali berbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kalian memang orang-orang yang beriman dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Memiliki hikmah. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar berita perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, mereka akan beroleh azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui. Dan sekiranya bukan karena keutamaan Allah dan rahmat-Nya atas kalian semua dan sungguh Allah Maha Penyantun lagi Maha Penyayang, niscaya kalian akan ditimpa azab yang besar.” (An-Nur: 11-20)


Ini adalah sepuluh ayat yang kesemuanya turun berkenaan dengan diri Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu ‘anha, sebagai pembelaan terhadap kehormatan dan kesucian dirinya dari ucapan yang membuat Allah Subhanahu wa Ta’ala murka dan menjadikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam cemburu. Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan ayat-ayat ini sebagai pembelaan terhadap kehormatan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Tafsir Ibnu Katsir, 5/379)

4. Wahyu turun menjawab pengaduan seorang wanita

Di antara wahyu yang turun kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang berisi jawaban terhadap pengaduan wanita. Bahkan turun surat yang khusus berbicara tentang pengaduan si wanita yang dinamakan surat Al-Mujadilah.
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengisahkan:

تَبَارَكَ الَّذِي أَوْعَى سَمْعُهُ كُلَّ شَيْءٍ، إِنِّي لَأَسْمَعُ كَلاَمَ خَوْلَةَ بِنْتِ ثَعْلَبَةَ وَيَخْفَى عَلَيَّ بَعْضُهُ وَهِيَ تَشْتَكِي زَوْجَهَا إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهِيَ تَقُوْلُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَكَلَ شَبَابِي وَنَثَرْتُ لَهُ بَطْنِي، حَتَّى إِذَا كَبِرَتْ سِنِّي وَانْقَطَعَ وَلَدِي، ظَاهَرَ مِنِّي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُوا إِلَيْكَ. قَالَتْ: فَمَا بَرِحَتْ حَتَّى نَزَلَ جِبْرِيْلُ بِهَؤُلَاءِ الْآيَاتِ: قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللهِ وَاللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ


“Maha Suci Zat yang pendengarannya mencapai segala sesuatu. Sungguh aku mendengar ucapannya Khaulah bintu Tsa’labah namun samar (tidak terdengar) bagiku sebagiannya. Ia mengadukan suaminya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan berkata, ‘Wahai Rasulullah, dia telah menghabiskan masa mudaku dan aku telah melahirkan banyak anak untuknya, hingga ketika usiaku telah tua dan aku tidak dapat melahirkan lagi, ia menzhiharku (8). Ya Allah, aku mengadukan perkaraku kepadamu.’ Terus menerus Khaulah mengadu hingga datang Jibril membawa ayat ini:

قَدْ سَمِعَ اللهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللهِ وَاللهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepadamu tentang suaminya dan mengadukan halnya kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab di antara kalian berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Mujadilah: 1)
[HR. Ibnu Majah no. 2063, dishahihkan Al-Imam Al-Albani rahimahullahu dengan syawahid-nya, lihat Irwa`ul Ghalil 7/175] (9).


Al-Imam Al-Baghawi rahimahullahu dalam tafsirnya terhadap ayat pertama surah Al-Mujadilah ini menyatakan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan diri Khaulah bintu Tsa’labah, istri dari Aus ibnush Shamit. Khaulah memiliki tubuh yang bagus sementara suaminya agak sedikit mengalami gangguan jiwa.


Suatu ketika suaminya “menginginkannya” namun Khaulah menolak.
Suaminya marah dengan berkata, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku.” Namun kemudian suaminya menyesali apa yang diucapkannya, padahal zhihar dan ila` termasuk talak orang-orang jahiliah. Maka Aus berkata, “Tidaklah aku meyakini kecuali engkau telah haram bagiku.” Khaulah berkata, “Demi Allah, itu bukan talak.”
Khaulah pun mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengadukan perkaranya.
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menetapkan bahwa ia telah haram bagi suaminya, Khaulah tidak menerimanya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, demi Zat yang menurunkan Al-Qur`an kepadamu, ia tidak menyebut talak. Ia adalah ayah dari anakku dan ia adalah orang yang paling kucintai.”

Namun Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengatakan ia haram bagi suaminya.Maka Khaulah mengadukan perkaranya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan terus demikian.
Ia menengadahkan kepalanya ke langit seraya berkata, “Ya Allah, aku mengadu kepadamu. Ya Allah, turunkanlah wahyu kepada Nabi-Mu yang memberikan kelapangan kepadaku.” (Ma’alimut Tanzil, 4/277)


Allah Subhanahu wa Ta’ala pun menurunkan ayat-ayat-Nya menjawab pengaduan wanita yang shalihah ini. Semua ini jelas merupakan bukti kepedulian syariat yang mulia ini terhadap kaum wanita.

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.


KETERANGAN NOMOR2 DIATAS :

1 Dengan menyilangkan dua ujung kain di atas kedua pundak. (Al-Minhaj, 5/239)
Lihat pembahasan hal ini dalam rubrik Seputar Hukum Islam, dalam pembahasan Syarat-Syarat Shalat, sub judul Menutup Aurat.

2 Yaitu ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu. Dalam satu riwayat disebutkan, “anak ayahku”, dan ini yang shahih secara makna, karena Ali adalah saudara kandung Ummu Hani` (Fathul Bari, 1/609).
Ummu Hani menyebutkan “anak ibuku” untuk menekankan hubungan kemahraman, kedekatan dan kebersamaan mereka dalam satu rahim. Di samping juga karena seorang anak lebih banyak bersama ibunya. Ini sesuai dengan sebutan Harun q kepada Musa q dalam surah Thaha ayat 94:
قَالَ يَبْنَؤُمَّ لاَ تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي

“Wahai anak ibuku, janganlah engkau menarik jenggotku.” (Al-Minhaj, 5/239)

3 Al-Imam An-Nawawi rahimahullahu berkata, “Sebagian pengikut mazhab kami(Mazhab Syafe'i,, REd Arshavin )dan jumhur ulama berdalil dengan hadits ini untuk menyatakan diterimanya jaminan keamanan dari seorang wanita.” (Al-Minhaj, 5/239)

4 Dengan keislaman Zainab dan tetapnya suaminya dalam kekufuran, keduanya pun harus dipisahkan karena Zainab tidak halal bagi Abul ‘Ash yang masih kafir.

5 Menjelang peristiwa Fathu Makkah, Abul ‘Ash keluar dari negeri Makkah bersama rombongan dagang membawa barang-barang dagangan milik penduduk Makkah menuju Syam. Dalam perjalanannya, rombongan itu bertemu dengan 170 orang pasukan Zaid bin Haritsah yang diutus oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menghadang rombongan dagang itu. Pasukan muslimin pun berhasil menawan mereka dan mengambil harta yang dibawa oleh rombongan musyrikin itu, namun Abul ‘Ash berhasil meloloskan diri. Ketika gelap malam merambah, Abul ‘Ash dengan diam-diam menemui Zainab untuk meminta perlindungan.

6 Tanpa memperbarui pernikahan mereka.

7 Karena wanita itu terbunuh oleh pasukan terdepan yang dipimpin oleh Khalid ibnul Walid radhiyallahu ‘anhu.

8 Dengan mengatakan, “Engkau bagiku seperti punggung ibuku”, suaminya ingin mengharamkan dirinya sebagaimana keharaman ibunya baginya.

9 Hadits ini juga diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam Shahih-nya secara mu’allaq


( Diambil daripada http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=693,, arshavin_08 )

[Print View] [kirim ke Teman]

Surabaya, Kajian: Keutamaan Ilmu, Ust Abdul Hakim

Surabaya, Kajian: Keutamaan Ilmu, Ust Abdul Hakim Bin Amir Abdat
Acara: Rabu, 02 Jul 2008 23:14 GMT,,
Ahd, 06 Jul 2008 09:00 GMT


Kajian Ust. Abdul Hakim di Surabaya

Kajian Ilmiah Islami

Ustadz. Abdul Hakim Bin Amir Abdat
(Dari Jakarta)

Di Masjid Baiturrahman
Jln. Sidosermo Indah III/13 Surabaya

Hari/Tgl : Ahad, 03 Rajab 1429H (6 Juli 2008)
Pukul : 09.00 WIB
Materi : "Keutamaan Ilmu"

CP:
Afghani : 081 7522 5610
Yudiono : 0865 4833 9721 / 031 847 1548

_Untuk Umum, Ahwat disediakan tempat_


Sumber: http://groups.yahoo.com/group/assunnah/message/40228

Thursday, July 03, 2008

Biografi Imam Asy-Syafi’i

Imam Asy-Syafi`i Imam Ahlus Sunnah

Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah mentakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah mentakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i”.

NASAB BELIAU

Kunyah beliau Abu Abdillah, namanya Muhammad bin Idris bin Al-Abbas bin Utsman bin Syaafi’ bin As-Saai’b bin ‘Ubaid bin Abdu Yazid bin Hasyim bin Al- Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam pada Abdu Manaf, sedangkan Al-Muththalib adalah saudaranya Hasyim (bapaknya Abdul Muththalib).

TAHUN DAN TEMPAT KELAHIRAN

Beliau dilahirkan di desa Gaza, masuk kota ‘Asqolan pada tahun 150 H. Saat beliau dilahirkan ke dunia oleh ibunya yang tercinta, bapaknya tidak sempat membuainya, karena ajal Allah telah mendahuluinya dalam usia yang masih muda. Lalu setelah berumur dua tahun, paman dan ibunya membawa pindah ke kota kelahiran nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, Makkah Al Mukaramah.

PERTUMBUHANNYA

Beliau tumbuh dan berkembang di kota Makkah, di kota tersebut beliau ikut bergabung bersama teman-teman sebaya belajar memanah dengan tekun dan penuh semangat, sehingga kemampuannya mengungguli teman-teman lainnya. Beliau mempunyai kemampuan yang luar biasa dalam bidang ini, hingga sepuluh anak panah yang dilemparkan, sembilan di antaranya tepat mengenai sasaran dan hanya satu yang meleset.

Setelah itu beliau mempelajari tata bahasa arab dan sya’ir sampai beliau memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan menjadi orang yang terdepan dalam cabang ilmu tersebut. Kemudian tumbuhlah di dalam hatinya rasa cinta terhadap ilmu agama, maka beliaupun mempelajari dan menekuni serta mendalami ilmu yang agung tersebut, sehingga beliau menjadi pemimpin dan Imam atas orang-orang

KECERDASANNYA

Kecerdasan adalah anugerah dan karunia Allah yang diberikan kepada hambanya sebagai nikmat yang sangat besar. Di antara hal-hal yang menunjukkan kecerdasannya:

1. Kemampuannya menghafal Al-Qur’an di luar kepala pada usianya yang masih belia, tujuh tahun.

2. Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta’ karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun.

3. Rekomendasi para ulama sezamannya atas kecerdasannya, hingga ada yang mengatakan bahwa ia belum pernah melihat manusia yang lebih cerdas dari Imam Asy-Syafi`i.

4. Beliau diberi wewenang berfatawa pada umur 15 tahun.

Muslim bin Khalid Az-Zanji berkata kepada Imam Asy-Syafi`i: “Berfatwalah wahai Abu Abdillah, sungguh demi Allah sekarang engkau telah berhak untuk berfatwa.”

MENUTUT ILMU

Beliau mengatakan tentang menuntut ilmu, “Menuntut ilmu lebih afdhal dari shalat sunnah.” Dan yang beliau dahulukan dalam belajar setelah hafal Al-Qur’an adalah membaca hadits. Beliau mengatakan, “Membaca hadits lebih baik dari pada shalat sunnah.” Karena itu, setelah hafal Al-Qur’an beliau belajar kitab hadits karya Imam Malik bin Anas kepada pengarangnya langsung pada usia yang masih belia.

GURU-GURU BELIAU

Beliau mengawali mengambil ilmu dari ulama-ulama yang berada di negerinya, di antara mereka adalah:

1. Muslim bin Khalid Az-Zanji mufti Makkah

2. Muhammad bin Syafi’ paman beliau sendiri

3. Abbas kakeknya Imam Asy-Syafi`i

4. Sufyan bin Uyainah

5. Fudhail bin Iyadl, serta beberapa ulama yang lain.

Demikian juga beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama Madinah di antara mereka adalah:

1. Malik bin Anas

2. Ibrahim bin Abu Yahya Al Aslamy Al Madany

3.Abdul Aziz Ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Ismail bin Ja’far dan Ibrahim bin Sa’ad serta para ulama yang berada pada tingkatannya

Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman di antaranya;

1.Mutharrif bin Mazin

2.Hisyam bin Yusuf Al Qadhi, dan sejumlah ulama lainnya.

Dan di Baghdad beliau mengambil ilmu dari:

1.Muhammad bin Al Hasan, ulamanya bangsa Irak, beliau bermulazamah bersama ulama tersebut, dan mengambil darinya ilmu yang banyak.

2.Ismail bin Ulayah.

3.Abdulwahab Ats-Tsaqafy, serta yang lainnya.


MURID-MURID BELIAU

Beliau mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:

1. Ahmad bin Hanbal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.

2. Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani

3. Ishaq bin Rahawaih,

4. Harmalah bin Yahya

5. Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi

6. Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya banyak sekali.


KARYA BELIAU

Beliau mewariskan kepada generasi berikutnya sebagaimana yang diwariskan oleh para nabi, yakni ilmu yang bermanfaat. Ilmu beliau banyak diriwayatkan oleh para murid- muridnya dan tersimpan rapi dalam berbagai disiplin ilmu. Bahkan beliau pelopor dalam menulis di bidang ilmu Ushul Fiqih, dengan karyanya yang monumental Risalah. Dan dalam bidang fiqih, beliau menulis kitab Al-Umm yang dikenal oleh semua orang, awamnya dan alimnya. Juga beliau menulis kitab Jima’ul Ilmi.


PUJIAN ULAMA PARA ULAMA KEPADA BELIAU

Benarlah sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam,

“Barangsiapa yang mencari ridha Allah meski dengan dibenci manusia, maka Allah akan ridha dan akhirnya manusia juga akan ridha kepadanya.” (HR. At-Tirmidzi 2419 dan dishashihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ 6097).

Begitulah keadaan para Imam Ahlus Sunnah, mereka menapaki kehidupan ini dengan menempatkan ridha Allah di hadapan mata mereka, meski harus dibenci oleh manusia. Namun keridhaan Allah akan mendatangkan berkah dan manfaat yang banyak. Imam Asy-Syafi`i yang berjalan dengan lurus di jalan-Nya, menuai pujian dan sanjungan dari orang-orang yang utama. Karena keutamaan hanyalah diketahui oleh orang-orang yang punya keutamaan pula.

Qutaibah bin Sa`id berkata:

“Asy-Syafi`i adalah seorang Imam.” Beliau juga berkata, “Imam Ats-Tsauri wafat maka hilanglah wara’, Imam Asy-Syafi`i wafat maka matilah Sunnah dan apa bila Imam Ahmad bin Hambal wafat maka nampaklah kebid`ahan.”

Imam Asy-Syafi`i berkata, “Aku di Baghdad dijuluki sebagai Nashirus Sunnah (pembela Sunnah Rasulullah).”


Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Asy-Syafi`i adalah manusia yang paling fasih di zamannya.”

Ishaq bin Rahawaih berkata,
“Tidak ada seorangpun yang berbicara dengan pendapatnya -kemudian beliau menyebutkan Ats-Tsauri, Al-Auzai, Malik, dan Abu Hanifah,- melainkan Imam Asy-Syafi`i adalah yang paling besar ittiba`nya kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wassalam, dan paling sedikit kesalahannya.”

Abu Daud As-Sijistani berkata,
“Aku tidak mengetahui pada Asy-Syafi`i satu ucapanpun yang salah.”

Ibrahim bin Abdul Thalib Al-Hafidz berkata,
“Aku bertanya kepada Abu Qudamah As-Sarkhasi tentang Asy-Syafi`i, Ahmad, Abu Ubaid, dan Ibnu Ruhawaih. Maka ia berkata, “Asy-Syafi`i adalah yang paling faqih di antara mereka.”


PRINSIP AQIDAH BELIAU

Imam Asy-Syafi`i termasuk Imam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, beliau jauh dari pemahaman Asy’ariyyah dan Maturidiyyah yang menyimpang dalam aqidah, khususnya dalam masalah aqidah yang berkaitan dengan Asma dan Shifat Allah subahanahu wa Ta’ala.

Beliau tidak meyerupakan nama dan sifat Allah dengan nama dan sifat makhluk, juga tidak menyepadankan, tidak menghilangkannya dan juga tidak mentakwilnya. Tapi beliau mengatakan dalam masalah ini, bahwa Allah memiliki nama dan sifat sebagaimana yang tercantum dalam Al-Qur’an dan sebagaimana dikabarkan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam kepada umatnya. Tidak boleh bagi seorang pun untuk menolaknya, karena Al-Qur’an telah turun dengannya (nama dan sifat Allah) dan juga telah ada riwayat yang shahih tentang hal itu. Jika ada yang menyelisihi demikian setelah tegaknya hujjah padanya maka dia kafir. Adapun jika belum tegak hujjah, maka dia dimaafkan dengan bodohnya. Karena ilmu tentang Asma dan Sifat Allah tidak dapat digapai dengan akal, teori dan pikiran. “Kami menetapkan sifat-sifat Allah dan kami meniadakan penyerupaan darinya sebagaimana Allah meniadakan dari diri-Nya.

Allah berfirman,

“Tidak ada yang menyerupaiNya sesuatu pun, dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”

Dalam masalah Al-Qur’an, beliau Imam Asy-Syafi`i mengatakan, “Al-Qur’an adalah kalamulah, barangsiapa mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk maka dia telah kafir.”


PRINSIP DALAM FIQIH

Beliau berkata, “Semua perkataanku yang menyelisihi hadits yang shahih maka ambillah hadits yang shahih dan janganlah taqlid kepadaku.”

Beliau berkata, “Semua hadits yang shahih dari Nabi shalallahu a’laihi wassalam maka itu adalah pendapatku meski kalian tidak mendengarnya dariku.”

Beliau mengatakan, “Jika kalian dapati dalam kitabku sesuatu yang menyelisihi Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam maka ucapkanlah sunnah Rasulullah dan tinggalkan ucapanku.”


SIKAP IMAM ASY-SYAFI`I TERHADAP AHLUL BID’AH

Muhammad bin Daud berkata, “Pada masa Imam Asy-Syafi`i, tidak pernah terdengar sedikitpun beliau bicara tentang hawa, tidak juga dinisbatkan kepadanya dan tidakdikenal darinya, bahkan beliau benci kepada Ahlil Kalam dan Ahlil Bid’ah.”

Beliau bicara tentang Ahlil Bid’ah, seorang tokoh Jahmiyah, Ibrahim bin ‘Ulayyah, “Sesungguhnya Ibrahim bin ‘Ulayyah sesat.”

Imam Asy-Syafi`i juga mengatakan, “Menurutku, hukuman ahlil kalam dipukul dengan pelepah pohon kurma dan ditarik dengan unta lalu diarak keliling kampung seraya diteriaki, “Ini balasan orang yang meninggalkan kitab dan sunnah, dan beralih kepada ilmu kalam.”


PESAN IMAM ASY-SYAFI`I

“Ikutilah Ahli Hadits oleh kalian, karena mereka orang yang paling banyak benarnya.”


WAFAT BELIAU


Beliau wafat pada hari Kamis di awal bulan Sya’ban tahun 204 H dan umur beliau sekita 54 tahun (Siyar 10/76). Meski Allah memberi masa hidup beliau di dunia 54 tahun, menurut anggapan manusia, umur yang demikian termasuk masih muda. Walau demikian, keberkahan dan manfaatnya dirasakan kaum muslimin di seantero belahan dunia, hingga para ulama mengatakan, “Imam Asy-Syafi`i diberi umur pendek, namun Allah menggabungkan kecerdasannya dengan umurnya yang pendek.”

KATA-KATA HIKMAH IMAM ASY-SYAFI`I

“Kebaikan ada pada lima hal: kekayaan jiwa, menahan dari menyakiti orang lain, mencari rizki halal, taqwa dan tsiqqah kepada Allah. Ridha manusia adalah tujuan yang tidak mungkin dicapai, tidak ada jalan untuk selamat dari (omongan) manusia, wajib bagimu untuk konsisten dengan hal-hal yang bermanfaat bagimu”.

Sumber: Majalah As-Salaam

Geoglobe

Geocounter

About Me

My photo
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنما العلم بالتعلم ( حديث حسن، انظر : صحيح الجميع ، للأ لبانى ) " Sesungguhnya 'ilmu itu,-hanya bisa diperoleh- dengan BELAJAR "